Konflik Ekstraksi Rig Minyak│ Jurnal Harian Almarhum Yurifin │Sosok Pahlawan Gerakan Perlawanan Nelayan Tiaka
Tentu
tidak ada yang mengetahui persis apa yang terjadi sebelum tragedi Tiaka
Berdarah di hari Senin, tanggal 22 Agustus 2011 silam, selain mereka-mereka
yang terlibat langsung dalam tragedi berdarah ini.
Salah
satu tokoh sentral gerakan perlawanan nelayan Tiaka yang memiliki andil besar
adalah almarhum Yurifin. Sosok almarhum Yurifin yang kami kenal adalah salah
seorang orator gerakan Perlawanan nelayan Tiaka yang tewas dalam perjuangan,
akibat di berondong peluru oleh Anggota Brimob Polda Sulteng, tepatnya di
Perairan Rig Minyak Tiaka.
Almarhum adalah sosok anak muda yang cerdas,
mahasiswa idealis, memiliki prinsip dan konsekuen dengan pilihan perjuangan
yang dipilihnya.
Secara
gasir besar jejak historis perlawanan Almarhum Yurifin tergambar dalam tiga
fase berikut:
A. Awal mula gerakan
Gejolak
gerakan perlawanan nelayan Tiaka dimulai sejak Tahun 2005. Saat itu gerakan
protes masih bersifat lokal dan hanya menyuarakan ketimpangan ekonomi yang
semakin hari semakin berat dipikul oleh para Nelayan di Desa Kolo Bawah.
Lalu
gelombang protes ini berlanjut dalam beberapa periode lamanya (periode 2005-2011).
Puncaknya
adalah gerakan perlawanan Mahasiswa dan Nelayan yang telah klimaks dengan
janji-janji kosong pihak Perusahaan. Gerakan ini melahirkan Tragedi Tiaka
Berdarah.
Selama
beberapa bulan lamanya, sekitar bulan April (4 bulan sebelum tragedi). Dimulai
dari diskusi ringan di Facebook, terkait keprihatinan rekan-rekan mahasiswa
dengan kondisi wilayah Amdal Rig Minyak Tiaka, yang sama sekali tidak
diperhatikan pembangunannya oleh JOB Pertamina-Medco.
Sosok
yang paling intens mengkomunikasikan gerakan penggalangan perlawanan untuk
memprotes kebijakan JOB adalah almarhum Yurifin.
Almarhum
Yurifin pernah menyebut dirinya terlibat saat demonstrasi besar-besaran di
Tahun 2010. Namun dalam pandangannya, pihak perusahaan masih saja mengulur-ulur
waktu dan tidak membuktikan apapun terkait komitmen mereka dengan masyarakat.
Atas
keprihatinan yang sama itulah, saya dengan almarhum Yurifin melakukan banyak
diskusi terkait rekonsiliasi konflik yang tepat untuk mensolving persoalan
Tiaka.
Pandangan
kami sama, menyoal bahwa pihak JOB tidak bisa dipercaya. Sebab puluhan
pertemuan dan perundingan telah dilakukan sejak tahun 2005 hingga tahun 2011
silam. Baik itu berskala kecil maupun melibatkan aksi massa yang besar.
Kami
bersepakat untuk turun kelapangan memetakan situasi konflik pada bulan Agustus,
tepatnya pada pertengahan ramadhan, Tahun 2011.
B. Saat pertemuan
Tepatnya
di bulan Ramadhan, 2 minggu sebelum
Tragedi Tiaka Berdarah pecah, almarhum Yurifin bertemu dengan saya. Di awal
perjumpaan, sosok ini sama sekali tidak saya kenali. Meskipun sering
berkomunikasi via Facebook, namun perawakannya yang tinggi dan gagah, membuat
saya sama sekali tidak mengenalinya dengan baik.
Tampak
dari kejauhan sosok anak muda, berjalan tegap, dengan potongan rambut pendek,
memakai topi berwarna hitam, memakai stelan jaket berwarna kebiru-biruan. Lalu
menyapa orang di sekitar rumah dan mencari nama saya. Saat itu saya belum
sadar, kalau anak muda yang mencari saya itu adalah almarhum Yurifin.
Saya
masih ingat apa yang dikatakannya pertama kali:
Yurifin:
“kanda Andri ini? Saya sangat senang sekali bisa bertemu dengan kanda”
Saya:
“maaf Pin (panggilan yurifin), tadi saya tidak kenal, kalau itu saudara” -----
“ternyata kamu tinggi, besar juga ya, berbeda dari foto kamu di facebook”
Yurifin:
“bagaimana kanda? Kapan kita mulai untuk aksi”
Saya:
“kita perlu melakukan konsolidasi dengan kawan-kawan mahasiswa di Bungku Utara”
----- “saat itu saya menyebut ada seorang mahasiswa, bernama (Nyong) yang siap
bersama-sama untuk turun aksi”
Itulah
cuplikan pertemuan dengan almarhum Yurifin yang masih sempat saya ingat.
Tampak
dalam ucapan dan tindakannya, tidak ada keraguan sedikitpun untuk menyambut
panggilan “jiwa gerakan” demi membebaskan nelayan Tiaka dari penindasan yang
telah lama diketahuinya, tidak pernah mendapatkan keadilan.
Almarhum
Yurifin bukanlah warga nelayan, yang bersangkutan adalah anak petani yang tinggal
diluar Desa Kolo Bawah. Kepeduliaanya terhadap warga nelayan dan idealismenya sebagai
mahasiswa gerakan, membawanya datang ke Desa Kolo Bawah, dengan satu visi yaitu
“gerakan pembebasan”.
Upayanya
untuk meyakinkan warga petani agar sadar dengan politik adu domba yang selama ini
diterapkan oleh pihak JOB harus segera di akhiri. Sebab hal ini justru menguntungkan
pihak JOB. Ditengah-tengah konflik yang mereka ciptakan, tentu saja komitmen realisasi
CSR yang menjadi kewajiban Perusahaan akan mempertimbangkan proporsi kepentingan,
bukan berdasarkan kewajiban yang seharusnya mereka tunaikan.
Akhirnya
yang sering terjadi, realisasi seadanya, seperlunya, sekedarnya, ketika massa kembali
berdemonstrasi, untuk meredam sementara gejolak protes massa aksi. Namun setelahnya
kosong tanpa realisasi. Inilah yang membuat kemarahan warga nelayan memuncak di
tahun 2011 silam.
C. Tiga
hari bersama dalam gerakan perlawanan
Gerakan
perlawanan atas kecongkakan pemilik modal (Rig Minyak Tiaka) atas lahan
pemancingan Nelayan Tiaka, dimulai pada hari Sabtu, 20 Agustus 2011, tepatnya
pukul 06.00 pagi.
Saat
itu gerakan dimulai oleh 22 orang anak-anak muda yang bersedia mengorbankan
nyawanya untuk merebut kembali hak pemancingan di Rig Minyak Tiaka dan hak-hak
lainnya yang telah lama di janjikan oleh pihak Korporasi beberapa tahun silam,
terhitung sejak gerakan protes awal di tahun 2005 silam dimulai.
Sosok
Almarhum Yurifin tampil sebagai anak muda, yang berani turut serta dalam
rombongan 22 orang anak muda yang berangkat ke Rig Minyak Tiaka.
Aktivitas
pertama ini, terbilang berjalan sukses, dengan pulangnya rombongan 22 anak muda
pemberani, dengan membawa Speed Boat sanderaan milik JOB PMTS.
Hal
ini dilakukan agar pihak Korporasi segera sadar, bahwa rakyat bisa melakukan
apa saja untuk mengembalikan hak-haknya, dan sudah “amat sangat marah” dengan
pendekatan konflik yang selalu digunakan oleh perusahaan, dalam rangka
menyelesaikan tuntutan nelayan Tiaka.
Pendekatan
konflik yang diterapkan oleh pihak JOB adalah dengan mengadu domba para
tokoh-tokoh yang berpengaruh di kawasan konflik. Yang mengemuka adalah
mempertentangkan kepentingan nelayan Desa Kolo Bawah dengan kepentingan
Desa-Desa lainnya yang nota-bene bukanlah Desa Nelayan.
Pada
dasarnya kegiatan CSR JOB boleh menyasar seluruh kawasan baik yang terkena
dampak secara langsung (desa-desa nelayan) maupun kawasan yang tidak terkena
dampak secara langsung (diluar desa-desa nelayan). Namun yang harus didahulukan
untuk dituntaskan oleh pihak JOB adalah kawasan desa nelayan. Karena
penghidupan ekonomi para nelayanlah yang paling terkena dampak terparah dari
konsesi minyak di perairan Tiaka.
Selain
itu, pihak JOB seringkali ingkar janji dengan kesepakatan yang telah di buat
dengan masyarakat. Pihak JOB selalu mengandalkan kekuatan aparat keamanan yang
terdiri dari unsur kepolisian dan militer untuk melindungi kepentingan
eksploitasi minyak di Rig Tiaka.
Saat
masyarakat bergejolak, baru kemudian upaya diplomasi dilakukan oleh pihak JOB.
Cara-cara ini jelas menimbulkan distrust dan mistrust di kalangan warga yang
berkonflik. Dan akhirnya konflik selama 7 tahun itu memuncak di tahun 2011,
dengan lahirnya tragedi Tiaka berdarah.
Bisa
didefinisikan bahwa konflik berdarah dalam tragedi Tiaka berdarah adalah
akumulasi kemarahan rakyat bertahun-tahun lamanya akibat pembiaran dampak
kemiskinan dan kehancuran ekonomi warga nelayan, yang harus menyingkir dari
wilayah perairan Tiaka, karena dikalahkan oleh izin konsesi minyak yang dilegitimasi
oleh Negara.
Dalam
situasi konflik yang berlangsung selama 3 hari yaitu sejak hari Sabtu, 20
Agustus sampai pada hari Senin, 22 Agustus 2011, kami bersama almarhum Yurifin
memimpin gerakan perlawanan untuk mengembalikan hak-hak dasar para nelayan yang
telah kehilangan laut dan sumber kehidupan mereka.
Dalam
aksi ini, terhitung 4 kali warga mendatangi Rig Tiaka untuk memberikan
peringatan kepada pihak JOB agar menghadirkan pimpinan Direksi, Komisaris dan
RUPS ke Desa Kolo Bawah, untuk meminta pertanggung-jawaban JOB terkait
hilangnya lahan pemancingan nelayan dan sejumlah ganti rugi yang perlu di
sepakati kembali.
Namun
pihak JOB tidak pernah menanggapi serius gejolak yang sudah terlanjur memuncak
menjadi amarah perlawanan rakyat akibat penindasan.
Disetiap
kesempatan aksi, Almarhum Yurifin tampil sebagai orator yang memberikan
semangat perlawanan kepada warga nelayan. Disuatu kesempatan, Almarhum Yurifin
berorasi sebelum keberangkatan massa aksi ke Rig Minyak Tiaka di hari Senin, 22
Agustus 2011, pada pagi hari sekitar pukul 09.00 WITA dengan ucapan yang
lantang:
“Wahai para pejuang rakyat, inilah saatnya
rakyat bergerak, melawan penindasan.. Kita tidak perlu takut dengan moncong
senjata aparat keparat.. Karena mereka adalah anjing-anjing penjaga kaum kapitalis..
Laut itu adalah milik rakyat, maka tidak sepantasnya rakyat memandikan air mata
karena harus berteriak kelaparan dalam kemiskinan.. Pengorbanan diperlukan saat
ini untuk menyelamatkan generasi kita.. hidup rakyat.. hidup rakyat.. hidup
rakyat”
Orasi
itu masih terngiang dalam memori ingatan dan seluk beluk sanubari kami, sebagai
sahabat perjuangan yang merasakan langsung peristiwa berdarah di Rig Minyak
Tiaka.
Kami
tidak pernah menyangka bahwa orasi Almarhum Yurifin tentang pengorbanan,
perlawananan, penindasan, telah disempurnakannya dengan mengkafankan jasadnya
di medan perjuangan.
Setibanya
di Pulau Buatan, lokasi Rig Minyak Tiaka, Almarhum Yurifin tampil sebagai
orator yang memberikan motivasi kepada massa aksi yang terdiri dari para
nelayan. Dikesempatan terakhir, sebelum kami berpisah untuk terakhir kalinya,
Almarhum Yurifin berbicara kepada saya untuk tetap bertahan menduduki Pulau
Tiaka. Namun kondisi dilapangan tidak memungkinkan, sebab lokasi Rig Minyak
Tiaka sedang terbakar dan membahayakan aksi pendudukan.
Saya
dan almarhum Yurifin lalu terpisah di Perahu yang berbeda, saat massa aksi
bergerak keluar dari pulau, untuk pulang kembali ke Desa Kolo Bawah dengan
jarak tempuh 1,5 Jam menggunakan perahu bermotor.
Dijarak
yang cukup jauh dari pulau, lalu penembakan terjadi ke perahu-perahu yang kami
tumpangi. Penembakan itu terjadi saat massa aksi sedang berada di perairan,
sedang bergerak pulang menuju Desa Kolo Bawah.
Saya
tertembak untuk pertama kalinya dari seluruh korban penembakan oleh aparat.
Dalam ingatan saya, almarhum Yurifin sempat mendekati perahu yang saya tumpangi
dengan berlumuran darah. Dengan mata yang agak sayup, saya melihat Almarhum
Yurifin untuk terakhir kalinya, tanpa bisa mengeluarkan sepatah katapun, karena
kondisi yang semakin melemah dan rasa sakit yang luar biasa akibat tertembus
peluru di dada.
Dikemudian
hari, setelah tragedi Tiaka Berdarah, video rekaman detik-detik penembakan
terhadap rombongan warga beserta almarhum Yurifin dan Marten saya buka, didalam
rekaman itu almarhum Yurifin tampil memimpin warga untuk negosiasi dengan
aparat kepolisian agar tidak melakukan penembakan lagi, setelah peristiwa
penembakan terhadap diri saya terjadi beberapa jam sebelumnya.
Ucapan
Almarhum Yurifin kepada aparat kepolisian sebelum penembakan kedua terjadi “Kita damai pak.. kita damai pak... jangan
ada penembakan lagi pak…………………”
Namun
berselang beberapa detik dari ucapan Almarhum Yurifin tersebut, rombongan warga
bersama Almarhum di berondong peluru dengan cara membabi buta. Kesaksian warga
saat itu menceritakan bahwa senjata laras panjang (M 16) milik Brimob yang
menembak, berhenti melepaskan tembakan hingga peluru dalam magazine mereka
habis. Tampak sangat jelas, tujuan Brimob saat itu adalah untuk membunuh warga
dan almarhum.
Akibat
penembakan tersebut, almarhum Marten tewas di tempat, sedangkan Almarhum
Yurifin tewas kemudian di perjalanan, akibat pihak Kepolisian masih menyandera
almarhum dan warga sejak pukul 15.00 – 20.00. Terdapat 6 jam lamanya almarhum
Yurifin dibiarkan tanpa air minum dan perotolongan medis lainnya. Almarhum
Yurifin dibiarkan bersimbah darah tanpa belas kasih dari aparat pembunuh
mereka.
Catatan
ini kembali kami buat, untuk memperingati 2 Tahun tragedi kemanusiaan yang
menewaskan Almarhum Yurifin dan Almarhum Marten, sebagai dedikasi terhadap
perjuangan anak-anak muda pemberani, yang mati dengan idealisme perjuangannya.
Pengakuan
seorang kawan yang bersama dengan Almarhum Yurifin saat evakuasi menuju Rumah
Sakit Luwuk, Banggai, menyebutkan bahwa di detik-detik terakhir sebelum
Almarhum tewas, beliau sempat tersenyum sebelum menghembuskan nafas terakhir.
Selamat
jalan saudaraku, selamat jalan pahlawan Tiaka, senyum terakhirmu adalah spirit
perlawanan bagi generasi-generasi sesudah dirimu.
Terimakasih
telah bersama kami selama 3 hari di medan juang.. Dalam kondisi berpuasa,
dirimu tewas..
Salam perlawanan rakyat…
Post a Comment