Header Ads

test

MEMBONGKAR SKANDAL OKNUM KOMNAS HAM DI KONFLIK TIAKA BERDARAH


Oleh: Andri Muhamad Sondeng

Hampir sebulan lamanya saya berjumpa kembali dengan sahabat-sahabat seperjuangan Tiaka Berdarah, di Desa Kolo Bawah, setelah menjalani proses hukum lebih setahun lamanya, setelah vonis atas konflik Tiaka Berdarah di PN Palu atas diri saya telah putus. 

Yang mengejutkan bagi saya, adanya pengakuan sebagian besar dari warga nelayan Desa Kolo Bawah, atas sejumlah peristiwa yang melibatkan oknum Komnas HAM. 

Berdasarkan pengakuan warga bahwa beberapa waktu yang lalu ditahun 2011, setelah peristiwa penembakan atas warga nelayan, oleh Komnas HAM sendiri melakukan investigasi atas tragedi Tiaka Berdarah. Warga nelayan di Desa Kolo Bawah menyebutkan ditemukan adanya proyektil peluru di perahu warga yang ditembaki oleh aparat kepolisian. Mereka menyebut, proyektil peluru tersebut telah mereka serahkan ke Komnas HAM, yang saat itu dipimpin langsung oleh Dedy Askari. 

Memang beberapa waktu lalu ditahun 2011, diawal-awal kasus Tiaka Berdarah, saya pernah meminta Barang Bukti berupa proyektil peluru untuk diserahkan ke Tim Pengacara, namun pihak Komnas HAM berkelit bahwa Barang Bukti tersebut tidak ada.

Kemana barang bukti berupa proyektil peluru yang diserahkan warga ke oknum Komnas HAM itu saat ini?

Apakah ini ada kaitannya dengan lepasnya 19 anggota polisi dari target penyelidikan oleh Komnas HAM atas peristiwa pelanggaran HAM Tiaka Berdarah?

Memang yang memiliki otoritas untuk mengkualifikasi suatu peristiwa kedalam suatu pelanggaran HAM adalah Komnas HAM sendiri. Dan Komnas HAM memiliki kewenangan berdasarkan Undang-Undang untuk melakukan penyelidikan atas dugaan pelanggaran HAM. Namun dalam konteks Tiaka Berdarah, mengapa oknum Komnas HAM tidak menyerahkan barang bukti proyektil peluru yang ditemukan diperahu nelayan untuk kepentingan pengembangan kasus?

Apakah masyarakat nelayan berbohong? Ataukah oknum Komnas HAM telah bermain untuk merekayasa kasus Tiaka Berdarah yang melibatkan sejumlah aparat kepolisian? Apakah oknum Komnas HAM memperoleh sejumlah keuntungan dari menutupi adanya barang bukti proyektil peluru yang ditemukan di Desa Kolo Bawah?
 
Skandal ini jelas-jelas telah menodai Lembaga Komnas HAM yang seharusnya menjadi pelindung kepentingan masyarakat yang menjadi korban penembakan “pelanggaran HAM” dan bukan malah menjadi abdi kepentingan Insititusi Kepolisian yang berusaha melindungi anggotanya yang bersalah atau malah mengamankan kepentingan investor minyak “JOB Pertamina-Medco E&P Tomori Sulawesi”.

Dengan demikian, lembaga Komnas HAM saat ini milik siapa??

Selain itu, warga nelayan mengungkapkan bahwa ada aktivitas rekrutmen tenaga kerja yang berjumlah 15 orang, yang berasal dari warga Desa Kolo Bawah, yang difasilitasi oleh oknum Komnas HAM. 

Yang aneh adalah nama-nama yang disulkan oleh warga, disortir oleh oknum Komnas HAM. Dengan kata lain, siapa yang pantas bekerja atau tidak, ditentukan oleh oknum Komnas HAM tersebut. Padahal di internal Perusahaan sendiri telah ada mekanisme perekrutan tenaga kerja, dan mengapa oknum Komnas HAM terlibat menjadi pengambil keputusan terhadap siapa-siapa yang pantas dan tidak pantas?

Rekrutmen 15 orang tersebut sebenarnya akan direkrut oleh PT. Banggai Sentral Sulawesi (BSS) untuk menjadi security di wilayah kerja JOB Pertamina-Medco E&P Tomori Sulawesi (PMTS). Pihak BSS merupakan sub-kontraktor yang memasok karyawan di wilayah kerja PMTS.

Pihak BSS sendiri memliki kepentingan dengan Desa Kolo Bawah, terkait masih adanya Speed Boat yang disimpan di Desa Kolo Bawah. Apakah oknum Komnas HAM terlibat untuk memuluskan rencana BSS untuk melepaskan Speed Boat di Desa Kolo Bawah?

Sebagai catatan, beberapa orang warga Desa Kolo Bawah pernah terlibat dalam upaya untuk melepaskan Speed Boat di Desa Kolo Bawah. Sebagian mereka mengaku telah dijanjikan sejumlah uang sebesar Rp 40 Juta oleh pihak BSS untuk memuluskan rencana itu. Namun upaya-upaya tersebut tidak berhasil, karena mendapat  perlawanan dari mayoritas masyarakat. Terhitung kejadian pelepasan Speed Boat tersebut telah berlangsung ke-3 kalinya. Pihak BSS menggunakan preman di Desa Kolo Bawah untuk memuluskan rencana mereka namun tidak berhasil.

Apakah oknum Komnas HAM juga menerima sejumlah uang dari upaya memediasi kepentingan BSS di Desa Kolo Bawah? 

Ada hal apa oknum Komnas HAM terlibat untuk menyaring rekrutmen tenaga kerja yang berjumlah 15 orang?

Oleh masyarakat di Desa Kolo Bawah, menyebut-nyebut sebagian dari orang-orang yang direkrut adalah preman. Padahal data yang bersumber dari Desa Kolo Bawah, bahwa angkatan kerja muda yang menganggur berjumlah 76 orang, termasuk ke 15 orang tersebut.

Informasi yang kami peroleh dari Humas JOB PMTS menyebutkan bahwa proses penyelesaian konflik nelayan Tiaka bersama pihak Perusahaan telah selesai. Penyelesaian konflik itu ditandai dengan adanya pertemuan yang difasilitasi oleh Komnas HAM di Palu beberapa waktu lalu ditahun 2012 ini. 

Pertanyaan buat Komnas HAM, mengapa pertemuan-pertemuan dengan pihak JOB PMTS selalu diadakan di Daerah lain, tanpa berkonsultasi dengan masyarakat nelayan Tiaka yang notabene adalah pemilik aspirasi atas konflik Tiaka Berdarah. Mengapa pertemuan dalam rangka penyelesaian konflik tidak pernah dilakukan di Desa Kolo Bawah? Padahal sumber konflik adalah di Desa itu?

Jika penyelesaian konflik telah final, mengapa konflik wilayah pemancingan antara nelayan Tiaka dengan pihak Perusahaan tidak diselesaikan? Padahal diakui bahwa akar masalah dari konflik Tiaka yang telah berlangsung selama 8 Tahun lamanya itu bermula dari terhalanginya akses nelayan Tiaka untuk mencari hasil laut diwilayah Tiaka, yang notabene adalah wiayah ulayat nelayan Tiaka sejak nenek moyang mereka mendiami wilayah itu. 

Penyelesaian konflik ala Komnas HAM itu hanya sebatas pendekatan formalitas lembaga semata. Tapi secara substansi, solving problem-nya tidak menyentuh akar konflik. Mengapa demikian? Apakah oknum Komnas HAM telah terlibat dalam kepentingan tertentu diwilayah konflik Tiaka Berdarah.

Data-data diatas merupakan hasil investigasi kami secara langsung diwilayah Konflik Tiaka Berdarah, Desa Kolo Bawah, selama hampir sebulan.

Pantas-pantas saja jika rekomendasi Komnas HAM atas tindak lanjut pelanggaran HAM ke tingkat penyidikan tidak dilakukan, sebab banyak anomali yang dilakukan oleh oknum Komnas HAM yang kita yakini menguntungkan polisi-polisi pelaku penembakan dan kepentingan JOB PMTS. 

Siapakah lagi yang dapat dipercaya di negeri ini?

1 komentar

Anonim mengatakan...

Sangat memprihatinkan