Header Ads

test

APARAT TNI MENEMBAK DAN MENGINTIMIDASI WARGA NELAYAN SUKU BAJO YANG TERDIRI DARI IBU-IBU DAN ANAK-ANAK



Hari ini tanggal 21 Oktober 2012, Rakyat Tiaka yang terdiri dari warga nelayan Suku Bajo yang berasal dari Desa Kolo Bawah, menjadwalkan kegiatan ritual budaya yang rencananya akan dilaksanakan diwilayah Tiaka. Aktivitas tersebut dikenal dengan sebutan “Pongka”. Yang artinya kegiatan mencari hasil laut sambil mendiami wilayah perairan tersebut dalam waktu beberapa hari hingga beberapa minggu lamanya. Tujuan aktivitas tersebut adalah untuk mencari hasil laut seperti ikan, lobster, teripang dan gurita. Pongka merupakan budaya Bajo yang telah hilang sejak aktivitas sumur minyak dimulai diwilayah Tiaka. Dan kedatangan Nelayan Bajo pada dasarnya untuk napak tilas budaya dan tradisi yang sudah lama menghilang diperairan Tiaka.  

Namun sayangnya maksud baik untuk melaksanakan ritual budaya Bajo oleh warga nelayan Suku Bajo, disambut dengan hadangan gerombolan Aparat TNI. Terdapat 3 (tiga) buah Speed Boat yang mendatangi Kapal Tumpangan Warga Nelayan. Acara adat nelayan Suku Bajo tersebut juga disambut dengan letusan senjata laras panjang milik aparat TNI. 

Warga nelayan Suku Bajo yang datang ke Tiaka, telah berkomitmen damai. Peserta yang ikut dalam kegiatan ritual budaya ini, didominasi oleh Ibu-Ibu dan Anak-Anak. Kehadiran Ibu-Ibu dan Anak-Anak mengindikasikan kedatangan warga nelayan bukan bermaksud untuk mengadakan konfrontasi, tetapi konsen pada niat awal untuk mengadakan ritual adat Bajo.

Tampak pada foto diatas, lokasi sumur minyak Tiaka milik JOB Pertamina-Medco E&P Tomori Sulawesi (PMTS). Tampak juga aparat TNI berdiri diatas Speed Boat dengan senjata laras panjang. Lokasi penghadangan warga nelayan Suku Bajo tampak masih cukup jauh dari lokasi sumur minyak Tiaka. Namun, pihak aparat TNI mengancam dan mengarahkan senjata kearah warga nelayan hingga mereka mengeluarkan letusan senjata.
 
Dalam foto diatas, tampak gambar yang dilingkari dengan warna merah, terlihat jelas seorang juru tembak “Sniper” sedang berbaring tiarap diatas Speed Boat, dengan sikap siap menembakan senjata kearah warga nelayan Suku Bajo yang hendak mendatangi wilayah Tiaka.

Tampak jelas gambar yang dilingkari dalam foto diatas, dua sosok penembak jitu “Sniper” yang mengarahkan senjatanya disisi Speed Boat kearah warga nelayan yang mayoritas adalah Ibu-Ibu dan Anak-Anak. 

Insiden penembakan oleh aparat TNI dan intimidasi dengan senjata laras panjang beserta kehadiran sosok penembak jitu “Sniper” yang mengarahkan senjatanya kearah warga nelayan Suku Bajo merupakan bukti nyata masih eksisnya militerisme dan tiranisme yang diperlihatkan oleh aparat TNI yang bertujuan untuk membungkam aspirasi rakyat sipil.

Apakah sepadan maksud baik kedatangan Nelayan Suku Bajo dengan tekad damai, lalu dibungkam serta di intimidasi dengan senjata laras panjang dan Sniper aparat TNI? Dimanakah ruang demokrasi dan hak-hak rakyat sipil yang seharusnya dihormati dan tidak dihabisi dengan moncong senjata aparat? 

Suara megafon yang lantang menyuarakan aspirasi dan pesan masyarakat adat nelayan Suku Bajo di balas oleh aparat TNI dengan letusan senjata laras panjang, apakah itu sepadan? 

Kepalan tangan kosong rakyat yang menyuarakan suara keadilan dan kebenaran dibalas oleh aparat TNI dengan letusan senjata api dan Sniper “juru tembak”. 

Bukankah senjata TNI hanya dapat diletuskan dalam kondisi perang? Apakah nelayan Suku Bajo merupakan musuh pihak TNI yang harus mereka perangi? 

Insiden hari ini, begitu memilukan dan memprihatinkan bagi demokrasi bangsa kita. Rakyat Suku Bajo yang notabene adalah salah satu suku bangsa yang diakui eksistensinya dalam kebinekaan kita, diambil-alih sumber penghidupannya, lalu dimiskinkan tanpa belas kasihan oleh investor minyak. Aktivitas adat yang sudah lama hilang sejak beroperasinya sumur minyak diwilayah ini, rencananya akan kembali dihidupkan pada hari ini, namun warga adat ditembaki dan di intimidasi oleh aparat TNI seolah-olah musuh yang wajib mereka perangi. 

Semoga di negeri ini masih terdapat keadilan dan tempat berkeluh-kesah bagi rakyat yang lemah dihadapan kekuasaan dan militer yang memiliki senjata. 

Hidup Rakyat..

Hidup Perlawanan Rakyat..

Kami masih tetap melawan..