KOMNAS HAM MANDUL: Lembaga Komnas HAM Perlu Dibentuk Seperti KPK
By: Andri muhamad sondeng
Komnas
HAM mandul, begitulah kalimat yang pantas di alamatkan pada komisioner Komnas
HAM periode 2007-2012. Mengapa tidak, eskalasi konflik akhir-akhir ini
meningkat tajam. Tidak jarang banyak masyarakat yang tewas akibat tindakan
sewenang-wenang aparat keamanan. Dari sekian banyak kasus, diantaranya
pelanggaran HAM Bima (penembakan demonstran), pelanggaran HAM Lampung
(pembantaian masyarakat), pelanggaran HAM Ogan Ilir (penembakan seorang anak),
pelanggaran HAM TIAKA (penembakan mahasiswa dan nelayan), pelanggaran HAM
Balaesang (penembakan warga), pelanggaran HAM di Papua serta pelanggaran HAM di masa lalu yang belum tuntas penyelesaian hukumnya.
Untuk
menguji hipotesis mandulnya Komnas HAM, pertanyaan yang tepat adalah berapa
kasus yang telah dilimpahkan ke pengadilan terkait kasus-kasus pelanggaran HAM
tersebut? Berapa jumlah aparat yang telah diproses hukum terkait pelanggaran
HAM tersebut?
Jika
Komnas HAM beralibi, bahwa mereka telah bekerja keras, dan telah mengeluarkan
rekomendasi atas pelanggaran HAM tersebut. Pertanyaanya, mengapa kasus-kasus
tersebut tidak pernah menyeret mereka-mereka yang terlibat? Siapa pelaku
penembakan dan siapa yang memerintahkan penembakan tersebut, tidak pernah
clear. Berapa dari pelaku penembakan yang ditetapkan sebagai tersangka, itu
juga tidak clear.
Justru
masyarakat yang menjadi korban penembakan, di tangkap dan di adili dihadapan
persidangan. Sedangkan pelaku-pelaku penembakan yang berasal dari aparat tidak
pernah menjalani proses persidangan.
Terlihat
jelas, masyarakat sebagai subjek korban, ditembak mati, di tangkap, di penjara,
dan dikriminalisasi. Pisau hukum menjadi sangat tajam ke bawah, dan tumpul
menghadapi kekuasaan.
Apakah pelanggaran HAM itu tidak
penting??
Dalam UU diakui bahwa persoalan
pelanggaran HAM merupakan persoalan penting bangsa ini. Dimana hak asasi
manusia dipandang sebagai hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia,
yang bersifat universal dan langgeng. hak asasi manusia harus dilindungi,
dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas
oleh siapapun.
Pelanggaran hak asasi manusia diartikan
sebagai perbuatan yang dapat dilakukan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat
negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan
hukum untuk mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi
manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang HAM, dan
tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak memperoleh penyelesaian hukum yang
adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
Untuk menjamin perlindungan terhadap
hak asasi manusia maka dibentuklah Komnas HAM untuk pertama kali di Indonesia melalui
Keputusan Presiden No 50 Tahun 1993 dan terus mereformasi diri hingga
saat ini.
Jika
penting, apakah kewenangan Komnas HAM sudah memadai untuk menegakkan hukum atas
pelanggaran HAM??
Soal
kewenangan Komnas HAM, ini perlu kita kritisi dengan serius. Sebab tidak jarang
lembaga penegakan hukum di Indonesia saat ini, banyak yang terindikasi terlibat
dalam praktek mafia hukum. Secara umum kita boleh menyebut lembaga seperti
Kepolisian, Kejaksaan, dan Kehakiman sudah tidak kredibel untuk menjalankan fungsi penegakan hukum. Oleh karena itu, diperlukan terobosan
hukum agar penegakan hukum terkait pelanggaran HAM bisa berjalan maksimal.
Komnas
HAM diharapkan menjadi lembaga Negara yang
dalam pelaksanaan tugas dan kewenangannya bersikap independen dan bebas dari
pengaruh kekuasaan manapun.
Dipandang penting pula, bahwa upaya
penegakan hukum atas pelanggaran HAM perlu ditingkatkan secara profesional,
intensif, dan berkesinambungan.
Diyakini pula bahwa lembaga penegakan
hukum yang ada belum berfungsi secara efektif dan efisien dalam menuntaskan
kasus-kasus pelanggaran hukum.
Oleh karena itu diperlukan perangkat
kewenangan baru pada lembaga Komnas HAM agar dapat bekerja lebih efektif dan
efisien lagi dalam penuntasan kasus pelanggaran HAM.
Saat ini, dengan UU yang ada, Komnas
HAM hanya memiliki kewenangan “penyelidikan”
terhadap kasus pelanggaran HAM (pasal
18 ayat 1 UU 26/2000).
Sedangkan kewenangan penyidikan dan penuntutan kasus pelanggaran HAM menjadi kewenangan Kejaksaan
Agung (pasal 21 ayat 1 UU 26/2000).
Mari kita bandingkan dengan
Kewenangan KPK!!!
KPK
sebagai lembaga Negara yang dibentuk untuk mendobrak kebuntuan pemberantasan
korupsi oleh lembaga hukum yang telah ada, seperti Kepolisian, dan Kejaksaan.
Sama
dengan pelanggaran HAM, Korupsi juga dipandang sebagai kejahatan yang luar
biasa. Hal ini karena praktek korupsi dipandang sudah terjadi secara meluas,
yang tidak hanya merugikan keuangan Negara semata, tetapi juga merupakan pelanggaran
terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, sehingga tindak
pidana korupsi digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus
dilakukan secara luar biasa.
Korupsi
sebagai kejahatan yang luar biasa, berimplikasi pada kewenangan yang luar biasa
terhadap KPK yang diberikan oleh UU untuk menjawab tantangan upaya perang
terhadap korupsi. Hal ini dapat dilihat pada kewenangan KPK (pasal 6 UU 30/2002) untuk:
1. Melakukan penyelidikan;
2. Melakukan penyidikan; dan
3. Melakukan penuntutan
Dengan
kewenangan seperti itu, KPK dapat dengan mudah mengembangkan kasus pidana
korupsi ke tingkat penyidikan dan penuntutan. Pada akhirnya upaya pemberantasan
korupsi benar-benar efektif dan efisien.
Dibandingkan
dengan KPK, Komnas HAM memiliki perangkat kewenangan yang sangat lemah. Hal ini
dipandang sebagai upaya pelemahan secara sistematis terhadap penegakan hukum
terkait pelanggaran HAM.
Bagaimana bisa Komnas HAM bekerja, jika
perangkat kewenangan yang mereka miliki terbatas??
Bagaimana DPR/ Presiden dapat dipandang
serius menuntaskan kasus pelanggaran HAM di masa lalu maupun di masa kini,
dengan tidak “PELIT” memberikan kewenangan yang lebih besar kepada Komnas HAM??
Ataukah DPR/ Presiden sengaja membentuk
Komnas HAM seperti sekarang ini, karena sebagian dari mereka adalah tokoh-tokoh
yang pernah terlibat dalam pelanggaran HAM di masa lalu??
Ataukah DPR/ Presiden hanya memanfaatkan
Komnas HAM sebagai politik pencitraan kekuasaan belaka di mata dunia
Internasional, bahwa Indonesia juga menegakkan HAM??
Dengan
demikian, tanpa memberi kewenangan yang lebih besar terhadap Komnas HAM untuk
bekerja maksimal dalam upaya memerangi bentuk-bentuk pelanggaran HAM di
Indonesia. Maka Komnas HAM dimasa-masa yang akan datang akan bernasib sama
dengan komisioner Komnas HAM periode
2007-2012, yakni sebagai tempat terkuburnya kasus pelanggaran HAM, tanpa ada kepastian
hukum dan rasa keadilan bagi korban dan keluarga korban yang ditinggalkan.
Akhir
kata, Komnas HAM harus direformasi seperti Komisi Pemberantasan Korupsi.
Referensi:
1. Undang-Undang
No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi
2. Undang-Undang
No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia
Post a Comment