Minyak Tiaka di Tahun 2012, Menyumbang Pendapatan Bagi Morowali Sebesar 2,8 Miliar, Pemerintah Pusat 39,6 Miliar, Total Keseluruhan Sebesar 54,8 Miliar (di luar cost recovery)
Wajah Ketidakadilan
Politik Minyak di Indonesia
Studi Kasus Dana Bagi
Hasil (DBH) Sektor Minyak Morowali
Rakyat Wilayah AMDAL Tiaka
Tetap Hidup Miskin
Oleh: Andri Muhamad Sondeng
Kabupaten Morowali,
Sulawesi Tengah, saat ini di kenal sebagai daerah penghasil minyak. Di wilayah
ini, terdapat sumur minyak yang beroperasi secara offshore “pengeboran minyak lepas pantai”. Lokasi sumur minyak tersebut berada di wilayah Tiaka (sumur
minyak Tiaka), Blok Senoro Toili, Kecamatan Mamosalato dan Bungku Utara.
Berikut
peta lokasi sumur minyak Tiaka:
Di tahun
2012 ini, Kementerian Keuangan
mengumumkan Dana Bagi Hasil (DBH) dari produksi minyak Tiaka. Morowali sebagai daerah penghasil minyak
memperoleh DBH sebesar 2,8 Miliar Rupiah. Sedangkan Pemerintah Pusat
memperoleh DBH 39,6 Miliar Rupiah. Sedangkan
total pendapatan bersih dari minyak Tiaka sebesar 54,8 Miliar. Total pendapatan yang di peroleh dari minyak Tiaka tersebut,
belum menggambarkan keseluruhan perolehan pendapatan yang ada, karena anggaran
yang di keluarkan untuk cost recovery
belum di hitung (Gross revenue = ETBS
+ cost recovery). Diyakini anggaran
yang dikeluarkan untuk membiayai cost
recovery, sangat besar. Sayangnya data real
terkait anggaran cost recovery dari
produksi minyak Tiaka tidak pernah di buka ke publik.
Sebagai
referensi pembanding, berdasarkan data Ditjen Migas, anggaran cost recovery terus mengalami
peningkatan sejak tahun 2006 – 2012. Tercatat anggaran cost recovery dari tahun 2006 hingga 2012 secara berturut-turut
yaitu 8,1 miliar USD (2006), 8,7 miliar USD (2007), 9,3 miliar USD (2008), 10,1
miliar USD (2009), 11,7 miliar USD (2010), dan 15,13 miliar USD (2012).
Anggaran cost recovery tersebut merupakan
anggaran dari keseluruhan kegiatan produksi sumur minyak yang ada di Indonesia
(Ditjen Migas, 2012).
Tanpa
menghitung anggaran yang dikeluarkan untuk cost
recovery, kita dapat menghitung jumlah minyak yang di produksi berdasarkan
daftar penerimaan Negara, dari Minyak Tiaka. Tapi hasilnya hanya menunjukkan
jumlah produksi minyak yang menjadi pendapatan Negara, bukan produksi keseluruhan
dari minyak Tiaka pada waktu tertentu.
Catatan: penerimaan Negara dari sektor
minyak di tahun 2012, merupakan hasil dari produksi minyak yang telah di capai
di tahun 2011.
Dengan
asumsi pendapatan bersih dari produksi minyak Tiaka sebesar 54,8 Miliar di
tahun 2011 (yang mendasari penerimaan Negara di tahun 2012). Kita dapat menghitung
produksi minyak Tiaka, berdasarkan rasio harga minyak Tiaka di tahun 2011. Berikut
harga minyak Tiaka dapat dilihat pada grafik di bawah ini:
Dari
grafik di atas, pada tahun 2011, harga minyak Tiaka, rata-rata mencapai 104,57
USD/ bbl atau setara dengan Rp 1.045.700 /bbl (kurs rupiah terhadap dolar AS sebesar Rp. 10.000, mengabaikan
depresiasi mata uang rupiah terhadap dolar). Sehingga perolehan produksi
minyak Tiaka yang diterima bersih dari Tiaka di tahun 2011, mencapai 52405
barel minyak. Jumlah ini masih jauh lebih sedikit dibanding produksi yang
sebenarnya.
Jadi berapa barel minyak yang diperoleh
daerah Morowali sebagai daerah penghasil minyak?
Morowali
hanya menerima sebesar 2677,6 (dua ribu enam ratus tujuh puluh tujuh koma
enam) barel minyak di tahun 2011. Bagian minyak yang di peroleh Morowali
dengan besaran seperti itu, jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan jutaan barel
cadangan minyak Tiaka saat ini.
Diketahui
bahwa cadangan minyak Tiaka mencapai jutaan barel. Mengapa Morowali hanya menerima
bagi hasil yang setara dengan 2667,6 barel dari produksi minyak Tiaka?
Apakah
itu adil bagi daerah Morowali?
Morowali
sebagai daerah produksi minyak, tentu banyak menghadapi masalah, di antaranya berupa
masalah kerusakan lingkungan, penurunan pendapatan dari sektor perikanan,
dampak konflik akibat ketidak-puasan masyarakat terhadap timpangnya distribusi kesejahteraan, hingga polemik konflik yang
hadir di tengah-tengah masyarakat nelayan, yang terpaksa harus kehilangan sumber mata pencaharian mereka
akibat beroperasinya sumur minyak Tiaka.
Perolehan daerah kecil,
sedangkan tantangan konflik besar. Di
lain pihak, Pemerintah Pusat mengeruk
keuntungan yang sangat besar dengan proporsi bagi hasil yang lebih besar di
banding Morowali sebagai daerah penghasil. Ini jelas-jelas sangat tidak adil
bagi daerah.
Nelayan
di wilayah Tiaka, mengalami lost
productivity & income selama setahun sebesar 8,6 miliar Rupiah, untuk satu
penampungan ikan. Ini adalah jumlah kerugian yang sangat besar di alami oleh warga nelayan di wilayah ini. Dibanding
pendapatan daerah Morowali, kerugian nelayan masih jauh lebih besar.
Nyatanya,
minyak Tiaka hanya menyumbang 2,8 miliar bagi pendapatan Morowali di tahun 2012
ini. Terlihat sangat jelas, pendapatan Daerah, jauh lebih kecil di banding
kerugian yang harus di alami oleh warga nelayan tiap tahunnya.
Siapa
yang sebenarnya diuntungkan dari produksi minyak Tiaka?
Mereka
adalah Pemerintah Pusat dan Investor Minyak (Medco Energi dan Mitsubishi Corporation).
Kepentingan
perusahaan minyak adalah mengejar keuntungan yang setinggi tingginya (revenue oriented). Sedangkan kepentingan
Pusat, adalah untuk mengamankan APBN.
Apakah
benar perolehan pendapatan dari Minyak Tiaka diperuntukkan sepenuhnya untuk
kesejahteraan rakyat?
Apakah
hanya alasan itu saja, sehingga nasib ribuan nelayan di wilayah Tiaka,
dikorbankan demi kepentingan APBN? Siapa sebenarnya penerima manfaat dari
kekayaan minyak Tiaka?
Tentu,
berdasarkan aspirasi warga nelayan, mereka menghendaki wilayah
pemancingan mereka dikembalikan oleh Pemerintah Pusat dan Perusahaan. Masih banyak cara lain
untuk mengekstraksi minyak yang ada di wilayah Tiaka, yaitu dengan melakukan
pembangunan sumur minyak di wilayah
daratan “secara onshore”. Kenapa cara
itu tidak dilakukan?
Karena
cara pembangunan sumur minyak Tiaka, yang saat ini beroperasi, terhitung sangat
murah. Dimana pihak Kontraktor Minyak, tinggal melakukan penimbunan terumbu
karang “coral reef reclamation”. Dampaknya tentu bisa di duga, nelayan harus hidup
tanpa laut.
Dengan
demikian, hasil 15 tahun konsesi minyak Tiaka adalah:
Nelayan kehilangan laut, ikan dan
terumbu karang..
Daerah Morowali, hanya memperoleh
pendapatan yang sangat sedikit dari Minyak Tiaka..
Sedangkan Pemerintah Pusat dan Pihak
Investor Minyak, mengeruk Dolar yang banyak dari minyak Tiaka..
Kami
akan terus melakukan perlawanan, hingga laut, ikan dan terumbu karang kami,
kembali ke tanah nenek moyang kami.
Salam
Perlawanan Rakyat..
Post a Comment