Panduan Advokasi: 15 Tahun telah berlalu, Medco Menguasai Konsesi Minyak di Blok TIAKA, Mengapa Masyarakat Semakin Miskin?
Editor: Andri Muhamad Sondeng
A. LATAR BELAKANG PENGUASAAN MEDCO DI BLOK TIAKA (BLOK SENORO-TOILI)
Medco Group berdiri sejak tahun 1968 dan perubahan terakhir akta notaris tentang pendirian Medco Group disahkan oleh Menteri Kehakiman dengan SK. No. Y.A5/192/4 tanggal 7 April 1981. Perusahaan Medco Group berdomisili di Jakarta dan kantor pusat beralamat di Lantai 52, Gedung The Energy, SCBD, lot 11A, Jl. Jenderal Sudirman, Jakarta 12190. Pemilik group ini adalah Arifin Panigoro, yang bertindak selaku Komisaris Utama Medco Group. Saat ini jabatan Komisaris utama tersebut dipegang oleh Hilmi Panigoro. Medco Group memiliki 17 anak perusahaan yang bergerak disektor Migas (minyak dan Gas bumi) meliputi 15 anak perusahaan yang bergerak di bidang eksplorasi dan eksploitasi Migas dan 2 sisanya bergerak di bidang jasa penunjang operasi Migas. Dari 15 anak perusahaan yang bergerak di bidang eksplorasi dan eksploitasi Migas tersebut, 1 anak perusahaan telah non-aktif yaitu Medco Far East Limited yang terletak di kepulauan Cayman (cayman islands).
Medco Group memenangkan tender pengelolaan Minyak Bumi di Blok Senoro Toili yaitu tepatnya di Blok Minyak Tiaka (wilayah perairan Kecamatan Mamosalato dan Bungku Utara, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah). Lapangan minyak di Blok TIAKA tersebut dikuasai Medco Group dengan model kerjasama Production Sharing Contract (PSC). Kontrak PSC tersebut dimulai sejak tahun 1997. Luas wilayah lepas pantai yang dikuasai oleh Medco adalah sebesar 451 km2 (kilo meter persegi).
B. APA ITU PRODUCTION SHARING CONTRACT (PSC)?
Production Sharing Contract (PSC) adalah kontrak bagi hasil di mana produksi dibagi berdasarkan suatu porsentase tertentu yg disepakati. Sederhananya PSC dikenal sebagai kontrak bagi hasil.
Dalam pengelolaan pertambangan MIGAS (Minyak dan Gas Bumi), selain model kerjasama PSC, terdapat beberapa model kerjasama lainnya seperti:
a. Konsesi (tidak berlaku lagi sejak 1961)
b. Kontrak Karya (tidak ada lagi sejak 1983)
c. Technical Assistance Contract (TAC): sasarannya adalah untuk mengolah sumur-sumur tua
d. Loan Risk Agreement: Pertamina memperoleh pinjaman modal untuk produksi minyak dikawasan tertentu, selanjutnya Pertamina membayar pinjaman ditambah bunga dalam bentuk minyak.
Dengan siapa Kerjasama PSC itu dilakukan?
Yaitu antara Pertamina (milik Pemerintah) dan Medco Group
Nah, bentuk kerjasama PSC/ Kontrak Bagi Hasil yang di sepakati antara Pertamina dan Medco Group adalah dalam bentuk Joint Operation Body (JOB). PSC disebut juga Kontrak Kerja Sama (KKS)
Apa itu Joint Operation Body (JOB)?
Joint Operation Body (JOB) merupakan kontrak PSC yang mana Pertamina (Pemerintah) ikut terlibat dalam penyertaan modal sehingga komposisi permodalan menjadi 50 : 50 (Pertamina= 50%, Medco Group= 50%).
Sehingga berdasarkan Kontrak Kerjasama tersebut maka pengoperasian Blok TIAKA (yang merupakan bagian dari Blok Senoro Toili) dilaksanakan oleh JOB Pertamina-Medco E&P Tomori Sulawesi.
Kontrak kerjasama Pertamina dan Medco Group tersebut berlangsung selama 30 tahun. Berikut deskripsi periode kontrak kerjasama Pertamina dan Medco Group dapat dilihat pada grafik dibawah ini:
Berdasarkan grafik diatas, periode waktu kontrak kerjasama Pertamina-Medco sejak disepakati tahun 1997, akan berakhir sampai tahun 2027 (tepat 30 tahun masa kontrak). Itu berarti hingga tahun 2011 ini, kontrak Medco sudah berjalan selama 15 tahun atau 50% (persen).
Lebih lanjut, kontrak Medco tersebut terdiri atas kegiatan Eksplorasi dan Kegiatan Eksploitasi. Dimana kegiatan eksplorasi berlangsung selama 6-10 tahun, sedangkan sisanya merupakan kegiatan eksploitasi hingga menjelang tahun 2027. Secara sederhana kegiatan eksplorasi adalah seluruh kegiatan untuk menemukan sumber minyak. Sedangkan kegiatan eksploitasi adalah kegiatan untuk menghasilkan minyak dari sumur-sumur yang telah ditemukan.
C. BAGAIMANA NASIB PEMBERDAYAAN DI MAMOSALATO DAN BUNGKU UTARA?
Nah, sudah 15 tahun Pertamina dan Medco Group melakukan aktivitas pertambangan di Blok TIAKA, baik dalam bentuk kegiatan eksplorasi (penyelidikan) maupun kegiatan eksploitasi (produksi). Pertanyaan sekarang, apakah masyarakat sekitar (meliputi Kecamatan Mamosalato dan Bungku Utara) telah sejahtera dengan keberadaan tambang minyak di daerahnya? Sejahtera baik secara ekonomi maupun secara kehidupan sosial?
Jawabannya adalah belum, bahkan masih banyak masalah sosial maupun ekonomi yang mendera masyarakat di dua Kecamatan ini, sejak beroperasinya kegiatan pertambangan Minyak di wilayah ini.
Apa saja masalah sosial dan ekonomi tersebut, antara lain sebagai berikut:
a. Masyarakat nelayan semakin miskin, karena tidak dapat mengakses perairan TIAKA untuk kegiatan pemancingan. Dulunya perairan TIAKA adalah wilayah spot pemancingan yang sangat terkenal di wilayah ini. Sepanjang tahunnya masyarakat nelayan tidak pernah kekurangan produksi ikan, berkat melimpahnya ikan di wilayah TIAKA. Namun, sejak masuknya Kontrak Kerja Sama (KKS/ PSC) pengolahan Minyak oleh Medco dan Pertamina di wilayah TIAKA tersebut, sejak itu pula bencana pemiskinan dan penderitaan masyarakat nelayan terjadi. Bahkan akibat dibangunnya fasilitas lapangan TIAKA berupa pembangunan konstruksi lapangan TIAKA, dengan cara menimbun sebagian wilayah TIAKA, menyebabkan sebagian Terumbu Karang mati. Ditambah lagi, dengan saturasi limbah minyak yang akan mencemari wilayah TIAKA yang kaya ikan dan terumbu karang yang tersisa. Pemerintah Pusat telah membiarkan pembunuhan anak cucu nelayan di wilayah ini, sebab dimasa depan, generasi-generasi nelayan sudah tidak bisa lagi memanfaatkan wilayah perairan itu untuk kegiatan pemancingan. Kami berteriak dan menangis darah memohon keadilan atas semua ini.
b. Kebanyakan nelayan beralih profesi menjadi buruh harian di lahan sawit, dengan upah perhari sebesar Rp. 20.000,00/ hari (dua puluh ribu rupiah per hari). Ini sangat tidak adil, dengan menyaksikan setiap detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun pihak Medco dan Pertamina menimba minyak di hadapan kampung-kampung nelayan yang dimiskinkan dan para komisaris serta direksi-direksi perusahaan yang hidup berfoya-foya berkat kekayaan minyak diwilayah ini. Sangat kontras jika melihat nelayan yang dimiskinkan, dan terpaksa beralih profesi menjadi buruh harian. Mereka meninggalkan tradisi nenek moyang yang secara turun temurun selalu bergantung pada perairan TIAKA (memancing ikan).
c. Nelayan tidak memiliki alat tangkap yang memadai untuk melakukan pemancingan yang jaraknya cukup jauh, karena mayoritas nelayan di daerah ini adalah nelayan tradisional. Lebih parah lagi, tidak ada satupun subsidi yang diberikan kepada nelayan untuk mengatasi persoalan tersebut.
d. Tingkat pendidikan yang masih rendah. Rata-rata masyarakat nelayan yang hendak menyekolahkan anaknya ke Perguruan Tinggi terkendala masalah kurangnya biaya. Yang menyedihkan lagi pihak perusahaan tidak menyediakan beasiswa pendidikan bagi masyarakat.
e. Tingginya angka pengangguran diwilayah ini baik pengangguran yang berpendidikan minimal SMA/SMK, terlebih lagi pengangguran yang tidak berpendidikan.
Semua itu adalah realitas sosial diwilayah sekitar kegiatan operasi Minyak TIAKA. Daerah yang dulunya kaya dengan hasil tangkapan ikan, sekarang tinggal kenangan yang menyakitkan. Jika seandainya kami bisa memberontak, kami akan melakukannya. Saat ini hanya wajah kemiskinan dan penderitaan yang entah kapan akan berakhir.
Jika begitu besar masalah sosial dan ekonomi di daerah ini, pertanyaan selanjutnya adalah apakah Medco tidak melakukan kegiatan pemberdayaan di wilayah Mamosalato dan Bungku Utara?
Jawabannya adalah tidak pernah
Pertanyaan selanjutnya, jadi program yang telah dilaksanakan Medco baik di Mamosalato dan Bungku Utara, seperti program pengiriman pemuda di daerah ini untuk mengikuti pelatihan keterampilan, Medco membantu pengadaan fasilitas kesehatan seperti mobil Puskesmas, pernah mengembangkan budi-daya rumput laut, membantu pembuatan Keramba ikan, menjual BBM bekas kegiatan operasi ke masyarakat dan memberi dana cash 25 juta. apakah semua itu bukan termasuk pemberdayaan?
Jawabannya tetap sama yaitu bukan termasuk program pemberdayaan masyarakat
Jadi apa yang dimaksud pemberdayaan masyarakat? Mari kita kupas habis tentang apa itu pemberdayaan masyarakat (Community Development).
Sebelumnya perlu kami kemukakan terlebih dahulu landasan hukum pemberdayaan masyarakat (Community Development) sebagai berikut (sumber: BPMIGAS, Pedoman Pemberdayaan Masyarakat, 2005):
a. Undang-undang Migas (Minyak dan Gas Bumi) tahun 2001
b. Peraturan pemerintah tahun 2002 tentang badan pelaksana kegiatan usaha hulu Migas (Minyak dan Gas Bumi)
c. Peraturan pemerintah tahun 2004 tentang kegiatan usaha hulu Migas (Minyak dan Gas Bumi)
d. Production sharing contract (PSC): memuat klausul tentang pemberdayaan masyarakat
Nah, setelah kita mengetahui landasan hukum pemberdayaan masyarakat (Community Development), prinsip-prinsip apa saja yang tekandung dalam program pemberdayaan, berikut uraiannya (sumber: BPMIGAS, Pedoman Pemberdayaan Masyarakat, 2005):
a. Prinsip yang pertama adalah Medco harus berkomitmen dalam pengembangan masyarakat dan lingkungan diwilayah kegiatan operasi dan sekitarnya.
b. Prinsip kedua adalah pemberdayaan dapat berbentuk:
- Natura (in kind) : merupakan pemberdayaan dalam bentuk non tunai, seperti program bantuan alat tangkap ikan bagi nelayan.
- Dana tunai: merupakan pemberdayaan dengan memberikan dana tunai, hal ini harus mendapat persetujuan dari dinas Hupmas BPMIGAS.
c. Prinsip yang ketiga adalah program pemberdayaan disusun berdasarkan skala prioritas kebutuhan masyarakat dan serta dapat memberikan manfaat yang berkesinambungan. Disini pentingnya partisipasi masyarakat dilibatkan untuk mengidentifikasi kebutuhan apa saja yang dibutuhkan oleh masyarakat.
d. Prinsip yang keempat adalah Medco melaksanakan evaluasi keberhasilan program pemberdayaan berdasarkan key performance indicator (KPI). KPI adalah sistem pengukuran pelaksanaan suatu program.
e. Prinsip yang kelima adalah Medco mengembangkan program yang bersinergi dengan program-program pemerintah daerah (Kabupaten Morowali).
Selain prinsip-prinsip pemberdayaan tersebut diatas, terdapat beberapa persiapan dan persetujuan yang diperlukan Medco untuk menyusun program pemberdayaan masyarakat (Community Development), berikut uraiannya (sumber: BPMIGAS, Pedoman Pemberdayaan Masyarakat, 2005):
a. Pertama Medco mengajukan rencana program dan anggaran pemberdayaan secara rinci kepada Dinas Hupmas untuk mendapat persetujuan berdasarkan WP&B (work program and budget) yang telah disetujui oleh BPMIGAS.
b. Kedua, rencana program dan anggaran pemberdayaan di buat per kwartal dan diajukan setiap awal bulan kwartal berjalan.
c. Ketiga, perubahan dari rencana program dan anggaran pemberdayaan yang telah disetujui, harus disetujui kembali oleh Dinas Hupmas BPMIGAS.
Selanjutnya, bidang-bidang apa saja yang seharusnya masuk dalam program pemberdayaan masyarakat (Community Development), berikut uraiannya (sumber: BPMIGAS, Pedoman Pemberdayaan Masyarakat, 2005):
a. Pertama, bidang ekonomi yaitu meningkatkan ekonomi masyarakat secara berdaya guna.
b. Kedua, bidang pendidikan dan kebudayaan yaitu memberikan beasiswa, membantu kelengkapan sarana & prasarana pendidikan, olahraga, dan kegiatan budaya masyarakat.
c. Ketiga, bidang kesehatan yaitu mendukung upaya peningkatan kesehatan masyarakat.
d. Keempat, bidang fasilitas sosial dan umum yaitu mendukung pembangunan sarana dan prasarana sosial dan umum di daerah operasi.
e. Kelima, bidang lingkungan hidup yaitu mendukung upaya pelestarian lingkungan hidup.
Lalu bagaimana pola pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat (Community Development) yang seharusnya dilakukan, berikut uraiannya (sumber: BPMIGAS, Pedoman Pemberdayaan Masyarakat, 2005):
a. Pertama, Medco menyelenggarakan program pemberdayaan dengan memanfaatkan fungsi organisasi yang ada.
b. Kedua, Medco menjalin kerjasama dalam bentuk kemitraan seperti Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian, dan Kelompok Swadaya Masyarakat.
Adapun mekanisme Audit (pemeriksaan) terhadap pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat (Community Development) dapat dilihat sebagai berikut (sumber: BPMIGAS, Pedoman Pemberdayaan Masyarakat, 2005):
a. Pertama, pemeriksaan terhadap hasil pelaksanaan pemberdayaan dilaksanakan setiap 1 (satu) tahun sekali oleh BPMIGAS.
b. Kedua, dalam pemeriksaan tersebut BPMIGAS dapat bekerjasama dengan pihak ketiga (dalam hal ini tim audit independen)
Jika terjadi pelanggaran terhadap ketentuan pemberdayaan masyarakat (Community Development) tersebut, maka Medco dapat dikenai sanksi berupa (sumber: BPMIGAS, Pedoman Pemberdayaan Masyarakat, 2005):
a. Sanksi administratif.
b. Dapat dikenakan sanksi Non Cost Recovery, apabila pelanggaran tersebut dilakukan lebih dari sekali. Sanksi Non Cost Recovery adalah tidak dibayarkannya kembali ongkos (biaya) produksi yang telah dikeluarkan oleh Medco. Dan dana tersebut dapat dialihkan untuk kepentingan pemberdayaan masyarakat sekitar produksi.
Nah, berdasarkan uraian diatas, sangat jelas kegiatan pemberdayaan yang dilakukan Medco di Kecamatan Mamosalato dan Bungku Utara bukanlah bentuk pemberdayaan, karena konsep pemberdayaan masyarakat harus dilaksanakan menurut beberapa asas:
a. Asas partisipatif artinya setiap program pemberdayaan yang akan dilaksanakan oleh Medco dimulai dari pengkajian program (Assesment), perencanaan program (planing), pengorganisasian program (organization), pelaksanaan program (implementation) dan evaluasi keberhasilan program (evaluation/ monitoring), serta umpan balik hasil evaluasi program (feed back) harus melibatkan keikutsertaan masyarakat (social participation).
b. Asas akuntabilitas artinya setiap program pemberdayaan yang diselenggarakan oleh Medco harus dapat dipertanggungjawabkan ke hadapan masyarakat.
c. Asas transparansi artinya keterbukaan setiap informasi yang berkenaan dengan program-program pemberdayaan, sehingga masyarakat dapat dengan mudah melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan program pemberdayaan, dengan kata lain mencegah terjadinya penyelewengan pendanaan.
d. Asas aksesibilitas artinya program pemberdayaan yang diselenggarakan oleh Medco harus dapat di jangkau oleh masyarakat luas.
e. Asas akseptabilitas artinya setiap komponen masyarakat dapat menerima dengan mudah program pemberdayaan yang diselenggarakan oleh Medco.
f. Asas efektivitas artinya setiap program pemberdayaan yang diselenggarakan oleh Medco dapat berdaya guna dan tepat guna di masyarakat.
g. Asas efisiensi artinya program pemberdayaan memiliki sasaran pada pemanfaatan potensi masyarakat lokal dengan sebaik mungkin, sehingga dapat dicapai manfaat yang sebesar-besarnya oleh masyarakat.
h. Asas kepastian hukum artinya program pemberdayaan yang merupakan hak masyarakat dan melekat kewajiban pengusaha untuk melaksanakannya, diselenggarakan berdasarkan kepatuhan dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
i. Asas profesionalitas artinya penyelenggaraan program pemberdayaan oleh Medco didasarkan pada kode etik, kepatuhan pada peraturan perundang-undangan dan kompetensi yang mumpuni sehingga dapat dicapai outcome pemberdayaan berupa kemandirian masyarakat dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya.
Itulah 9 (sembilan) asas yang wajib dipatuhi oleh Medco dalam penyelenggaraan program pemberdayaan masyarakat (Community development) di Kecamatan Mamosalato dan Bungku Utara.
Lalu bagaimana dengan pertanyaan sebelumnya, mengapa Medco dikatakan tidak melaksanakan kegiatan program pemberdayaan di Kecamatan Mamosalato dan Bungku Utara? Padahal disebutkan sebelumnya Medco telah melaksanakan beberapa program yang bersentuhan dengan masyarakat?
Untuk memudahkan pemahaman, mari kita lihat tabel dibawah ini:
Berdasarkan tabel diatas (tabel 1), terlihat sangat jelas bahwa tidak ada satupun asas penyelenggaraan pemberdayaan yang dilakukan oleh Medco yang terpenuhi. Sehingga secara pengorganisasian, program Medco bukanlah program pemberdayaan. Kita dapat menyebutnya sebagai “program jalanan”, dan bukan merupakan program pemberdayaan masyarakat (community development).
Berikut kami tampilkan testimoni de auditu, program pemberdayaan di Desa Kolo Bawah, Kecamatan Mamosalato tahun 2008:
Dengan demikian, program yang diselenggarakan oleh Medco hingga tahun 2011 ini, bukanlah termasuk dalam kategori pemberdayaan masyarakat (community development).
Apa hubungan Cost Recovery dengan dana Pemberdayaan?
Membaca kalimat diatas tentu saja menimbulkan beberapa pertanyaan yaitu:
a. Apa yang dimaksud dengan Cost Recovery?
b. Apa sebenarnya hubungan Cost Recovery dengan dana pemberdayaan?
Selama ini sering kita mendengar penjelasan dari Pemerintah Daerah, maupun pihak Medco sendiri, bahwa dana pemberdayaan berkurang karena tingginya biaya Cost Recovery, sebagai akibatnya berimbas pada rendahnya (kecilnya) alokasi dana pemberdayaan.
Pernyataan diatas kita garis bawahi yaitu :
“biaya Cost Recovery tinggi maka akibatnya dana untuk pemberdayaan menjadi berkurang (semakin kecil)”
Ada juga pernyataan seperti ini:
“kita tidak boleh menuntut apa-apa dari Medco karena kegiatan pengeboran Minyak di TIAKA adalah kegiatan Kerjasama dengan Pemerintah, masyarakat tidak boleh melakukan tuntutan (demo)”
Mari kita jawab satu persatu pernyataan (argumentasi) tersebut:
APA ITU COST RECOVERY?
Cost Recovery adalah berupa dana yang dikembalikan oleh Pemerintah kepada Medco, karena pihak Medco telah melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang bertujuan untuk kegiatan penemuan dan produksi ladang Minyak di Blok TIAKA. Dengan kata lain, Cost Recovery merupakan ongkos produksi.
Mengapa Pemerintah membayar ongkos produksi yang telah dikeluarkan pihak Medco?
Sebab, investasi dibidang pertambangan Migas (Minyak dan Gas Bumi) merupakan investasi yang membutuhkan modal besar. Untuk memproduksi suatu sumur minyak, pemerintah membutuhkan mitra kerja yang dapat mengusahakan produksi minyak di sumur tersebut. Sebagai imbalannya, maka pemerintah membayar semua ongkos produksi yang dikeluarkan oleh Medco setelah mengurangi keuntungan yang diperoleh dari penjualan minyak.
Adapun biaya Cost Recovery meliputi:
a. Current year opex (dijelaskan pada sesi berikutnya)
b. Unrecovered cost (past year cost) (dijelaskan pada sesi berikutnya)
c. Depreciation of capital investment (dijelaskan pada sesi berikutnya)
Cara menghitung biaya Cost Recovery:
Sebagai contoh Perusahaan Medco melakukan kegiatan Produksi Minyak pada bulan Juli 2010 dan untuk kegiatan produksi minyak tersebut, pihak Medco mengeluarkan sejumlah dana untuk beberapa hal:
Total ongkos produksi sebesar 1 Miliar Rupiah. Misalnya terhadap produksi minyak tersebut diperoleh keuntungan sebesar 10 Miliar Rupiah, maka biaya (ongkos) produksi sebesar 1 Miliar Rupiah tersebut akan dikembalikan ke pihak Medco. Sehingga total pendapatan bersih produksi minyak adalah 9 Miliar Rupiah (10-1= 9).
Pengembalian biaya produksi sebesar 1 Miliar Rupiah tersebut itulah yang disebut Cost Recovery.
Jadi apakah dana yang dikeluarkan oleh Pemerintah untuk membayar biaya Cost Recovery tersebut mengurangi dana pemberdayaan?
Jawabannya tidak
Mengapa demikian? Alasannya bahwa dana pemberdayaan merupakan dana yang dihitung sebagai ongkos produksi (berdasarkan surat Menteri Keuangan no.1111 tahun 1985). Jika sebagai ongkos produksi maka dana pemberdayaan tersebut dibebankan kepada Medco (selaku kontraktor kontrak kerjasama/ KKKS). Sehingga dana pemberdayaan tersebut masuk kedalam biaya Cost Recovery.
Nah, jadi persepsinya salah jika kita mempertentangkan biaya Cost Recovery dengan biaya untuk pemberdayaan. Karena sekali lagi biaya pemberdayaan merupakan bagian dari biaya Cost Recovery.
Jadi tidak benar jika biaya Cost Recovery tinggi, maka pembiayaan untuk pemberdayaan masyarakat rendah.
APAKAH MASYARAKAT TIDAK BOLEH MENUNTUT HAK PEMBERDAYAAN KARENA PEMERINTAH BERMITRA DENGAN MEDCO?
Sangat salah besar jika ada anggapan bahwa masyarakat tidak mempunyai hak pemberdayaan, karena TIAKA itu sebagian milik Pemerintah.
Mengapa salah besar?
Karena berdasarkan Undang-Undang Migas (Minyak dan Gas Bumi) tahun 2001, Peraturan Pemerintah tahun 2002 tentang badan pelaksana kegiatan usaha hulu Migas (Minyak dan Gas Bumi), Peraturan Pemerintah tahun 2004 tentang kegiatan usaha hulu Migas (Minyak dan Gas Bumi), dan ketentuan dalam Production sharing contract (PSC) telah diatur adanya pendanaan bagi pemberdayaan masyarakat.
Sehingga setiap keuntungan produksi minyak terdapat pembagian untuk:
a. Bagian masyarakat (program pemberdayaan masyarakat)
b. Bagian Pemerintah yaitu Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten
c. Bagian perusahaan yaitu Medco E&P Tomori sulawesi (anak perusahaan Medco Group)
Telah dijelaskan diatas, bahwa dana pemberdayaan dimasukkan dalam kategori biaya Produksi (Cost Recovery). Sehingga total keuntungan (penghasilan kotor) yang diperoleh dari hasil produksi minyak setelah dikurangi biaya Cost Recovery adalah keuntungan bersih yang akan dibagi-bagi berdasarkan kontrak bagi hasil.
Bagian pemerintah meliputi (sumber: BPMIGAS, 2011):
a. Bagian FTP Pemerintah (FTP= first tranche petroleum) yaitu 73,22%x20%xpendapatan kotor
b. Bagian equity Pemerintah yaitu 73,22% x (pendapatan kotor - cost recovery)
c. Bagian penerimaan pajak yaitu pajak perusahaan + pajak keuntungan perusahaan
d. Sehingga total pendapatan pemerintah (pendapatan bersih) yaitu (bagian a + bagian b + bagian c)
Keterangan:
Pajak perusahaan (corporate tax)= 30% x (bagian FTP Perusahaan + bagian equity perusahaan)
Pajak keuntungan (deviden tax)= 20% x (bagian FTP Perusahaan + bagian equity perusahaan – pajak perusahaan)
Pajak perusahaan + pajak keuntungan = PPh Badan (disebut pajak penghasilan)
Sedangkan bagian perusahaan (Medco) meliputi (sumber: BPMIGAS, 2011):
a. Bagian FTP Perusahaan yaitu 26,78% x 20% x pendapatan kotor
b. Bagian equity Perusahaan yaitu 26,78% x (pendapatan kotor - cost recovery)
c. Sehingga total pendapatan perusahaan (pendapatan bersih) yaitu (bagian a + bagian b) - (pajak perusahaan+pajak keuntungan)
Berdasarkan perhitungan kontrak bagi hasil diatas (Production Sharing Contract / PSC), sangat jelas telah dilakukan pembagian antara Pendapatan Pemerintah, Pendapatan Perusahaan (Medco), dan Bagian Pemberdayaan Masyarakat.
Jadi masyarakat Mamosalato dan Bungku Utara harus menuntut hak-hak Pemberdayaan yang selama ini ditutup-tutupi oleh pihak Medco.
Sebagai gambaran pembanding buat masyarakat, berikut kami tampilkan data pendapatan bersih perusahaan Medco dan Pertamina dari kegiatan operasi produksi Minyak di TIAKA:
Berdasarkan grafik diatas, pada tanggal 31 Desember 2010 dilaporkan hasil produksi dan penjualan Minyak yang berasal dari Blok Minyak TIAKA (Tiaka field) telah memberikan pendapatan bersih terhadap Medco sebesar 14 Miliar Rupiah. Sedangkan pendapatan bersih untuk Pemerintah sebesar 77 Miliar Rupiah. Dimana pendapatan Medco dan Pemerintah tersebut telah dikurangi dengan biaya Cost Recovery. Perlu kami ingatkan kembali bahwa ketentuan Menteri Keuangan menyebutkan dana untuk pemberdayaan masyarakat masuk kedalam biaya Cost Recovery. Sedangkan keuntungan lain-lain dari Medco yang terlapor sebesar 2,3 Triliun tersebut adalah merupakan pendapatan yang diperoleh Medco dari aktivitas menjual 20% (persen) saham mereka yang berada di Blok Minyak TIAKA. Kepada siapa Medco menjual 20% (persen) sahamnya? Yaitu kepada Mitsubishi Corporation (persero). Sehingga konfigurasi (komposisi) kepemilikan saham di Blok Tiaka (Tiaka field) tahun 2011 ini terdiri atas 50% milik Pertamina (persero), 30% milik Medco Group (persero), dan 20% milik Mitsubishi Corporation (persero).
Berdasarkan grafik diatas, pada tanggal 31 Desember 2010 dilaporkan hasil produksi dan penjualan Minyak yang berasal dari Blok Minyak TIAKA (Tiaka field) telah memberikan pendapatan bersih terhadap Medco sebesar 14 Miliar Rupiah. Sedangkan pendapatan bersih untuk Pemerintah sebesar 77 Miliar Rupiah. Dimana pendapatan Medco dan Pemerintah tersebut telah dikurangi dengan biaya Cost Recovery. Perlu kami ingatkan kembali bahwa ketentuan Menteri Keuangan menyebutkan dana untuk pemberdayaan masyarakat masuk kedalam biaya Cost Recovery. Sedangkan keuntungan lain-lain dari Medco yang terlapor sebesar 2,3 Triliun tersebut adalah merupakan pendapatan yang diperoleh Medco dari aktivitas menjual 20% (persen) saham mereka yang berada di Blok Minyak TIAKA. Kepada siapa Medco menjual 20% (persen) sahamnya? Yaitu kepada Mitsubishi Corporation (persero). Sehingga konfigurasi (komposisi) kepemilikan saham di Blok Tiaka (Tiaka field) tahun 2011 ini terdiri atas 50% milik Pertamina (persero), 30% milik Medco Group (persero), dan 20% milik Mitsubishi Corporation (persero).
Post a Comment