WARGA BUNGKU SELATAN MENUNTUT PENUTUPAN TAMBANG NIKEL DI WILAYAHNYA
Minggu 12 Juni 2011: Untuk kesekian kalinya, pertambangan di Morowali digugat
oleh Masyarakat, tepatnya oleh warga Bungku Selatan. Penyebabnya
adalah masyarakat sama sekali tidak diuntungkan dengan keberadaan perusahaan
tambang nikel di wilayah mereka.
Justru hadirnya tambang nikel di kawasan ini, telah mencemari
lautan dan praktis merusak mata pencaharian warga yang menggantungkan
penghidupan mereka terhadap hasil laut. Budidaya rumput laut yang selama ini
menjadi sumber pemasukan ekonomi bagi warga, terpaksa harus gulung tikar.
Aktivitas pertambangan diwilayah ini dilakukan dengan pembukaan
kawasan hutan dilereng pegunungan. Praktis terjadi pengundulan hutan dalam
skala yang besar. Akibatnya, rembesan air dari kawasan pertambangan membawa
material lumpur yang serta-merta menggenangi kawasan perairan dan merusak
seluruh aktivitas perikanan di wilayah ini. Tidak ayal lagi, masyarakat Bungku
Selatan marah dan menghendaki penutupan kegiatan operasi tambang nikel di
wilayah mereka.
Melihat hal tersebut, tentu sangat masuk akal jika masyarakat Bungku
Selatan menuntut penutupan aktivitas pertambangan di daerah mereka. Hadirnya
perusahaan tambang hanya bertujuan mencari keuntungan sebesar-besarnya (Bisnis
Oriented) dan mengabaikan kepentingan masyarakat setempat yang
telah mengalami kerugian materil.
Oleh karena itu, sebagai referensi, beberapa aspek legal yang
terkait dengan permasalahan pertambangan yang perlu ditinjau kembali oleh
masyarakat untuk mengawal perjuangan mereka dalam menuntut hak-haknya sebagai
korban aktivitas pertambangan.
Masyarakat Bungku Selatan yang merasa dirugikan dengan hadirnya
perusahaan tambang diwilayah mereka, berhak untuk melakukan upaya-upaya
berikut:
- Menuntut Ganti rugi atas kerusakan yang ditimbulkan berkaitan dengan aktivitas ekonomi masyarakat setempat.
- Melakukan gugatan ke pengadilan kaitannya dengan masalah keperdataan (termasuk ganti rugi sejumlah uang).
- Meminta penghentian sementara kegiatan eksplorasi atau operasi produksi tambang nikel di wilayahnya
- Meminta penghentian seluruh kegiatan eksplorasi atau operasi produksi tambang nikel di wilayahnya.
Atas dasar hak-hak itu, maka Pemerintah Daerah Kabupaten
Morowali dalam hal ini Bupati Morowali memiliki kewajiban untuk
menindaklanjuti permohonan masyarakat dengan melakukan beberapa hal:
- Bupati wajib mengeluarkan keputusan tertulis
- Penghentian sementara di dasarkan pada permohonan masyarakat dan pertimbangan daya dukung lingkungan yang tidak memadai lagi.
- Penghentian sementara tersebut paling lama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) tahun lagi.
- Selain pemberhentian sementara, Bupati dapat mengeluarkan surat pemberhentian permanen (tetap) apabila pengusaha pertambangan nikel melakukan:
- Tidak melaksanakan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat dan tidak mematuhi batas toleransi daya dukung lingkungan di wilayah Bungku Selatan.
- Pemegang izin pertambangan melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pertambangan Mineral (termasuk pemalsuan dokumen AMDAL diancam Pidana 10 tahun penjara dan Denda 10.000.000.000/ 10 Miliar rupiah)
- Selain pidana denda, dapat dijatuhi pencabutan izin usaha dan pencabutan status badan hukum.
Upaya-upaya diatas merupakan pemberian sanksi pidana terhadap
perusahaan pertambangan yang menyalahi aturan dalam pengelolaan wilayah
AMDAL.
Selain pendekatan pidana, solusi lainnya yang dapat ditempuh oleh
kedua belah pihak adalah dengan membangun komitmen bersama untuk menuntaskan
seluruh kerugian yang dialami oleh masyarakat. Bentuk komitmen tersebut dapat
berupa Mou yang akan menjadi kesepakatan bersama, diantara pihak-pihak
yang berkonflik.
Tentu saja kesepakatan tersebut wajib difasilitasi oleh
Pemerintah Daerah Morowali. Dengan tujuan agar Pemerintah Daerah
mengambil perannya sebagai pelindung kepentingan Masyarakat, bukan hanya
berpihak pada kepentingan Perusahaan semata.
Selain itu, untuk menjamin hak masyarakat dan kewajiban pengusaha
pertambangan maka bentuk-bentuk kesepakatan tersebut harus dilindungi dalam
bentuk Perda Pertambangan. Sehingga dapat menjadi landasan hukum
yang mengatur hak dan kewajiban Perusahaan Tambang dengan
masyarakat yang bersengketa.
Jika Perda belum juga memungkinkan untuk segera di undangkan oleh
Pemda bersama DPRD, karena mengingat waktu yang cukup panjang untuk memproses
sebuah PERDA, maka sebagai pengganti sementara dapat digunakan Surat
Keputusan Bupati untuk mensolving konflik pertambangan. Hal ini
sangat beralasan, sebab kewenangan pertambangan di lingkup Kabupaten berada
ditangan Bupati.
Surat Keputusan Bupati tersebut menjadi paying hukum
untuk melindungi kepentingan warga. Dengan demikian, Pemerintah Daerah
wajib untuk mengawasi pelaksanaan realisasi hasil kesepakatan yang dibangun antara
masyarakat terkena dampak dengan perusahaan pertambangan.
Hal itu juga menjadi dasar hukum bagi Pemerintah
Daerah untuk memberikan sanksi “punishment” apabila
kesepakatan tersebut dilanggar oleh Pengusaha pertambangan dikemudian hari. Sebab sudah menjadi rahasia umum, jika banyak Perusahaan Pertambangan yang selalu ingkar janji dengan komitmen yang telah dibangun dengan masyarakat.
Jadi tidak ada jalan buntu dalam penyelesaian konflik pertambangan
di Bungku Selatan. Seluruh media penyelesaian konflik pertambangan sebaiknya
mengedepankan perlindungan Pemda terhadap masyarakatnya sendiri.
Dengan demikian, teruslah berjuang wahai saudara-saudaraku di
BUNGKU SELATAN..
HIDUP RAKYAT BUNGKU SELATAN...
Post a Comment