Header Ads

test

Bencana Banjir Morowali: Hutan-Hutan Yang Telah Kehilangan Keramahannya


Editor: Andri Muhamad Sondeng

Bencana banjir di Morowali yang merendam pemukiman penduduk dan merusak beberapa infrastruktur Morowali, termasuk akses transportasi menuju dan keluar dari Morowali terjadi sejak hari Rabu 24 Juli 2011.

Mengapa Banjir Bandang menimpa Morowali?

Bencana banjir bandang di Morowali dapat diprediksi sebelumnya melalui sejumlah indikator yang berkaitan erat dengan kondisi kawasan hutan Morowali yang ada saat ini. Salah satunya adalah melalui indikator jumlah lahan kritis yang dimiliki oleh Morowali yang semakin meningkat statusnya dan tentu saja merupakan faktor potensial munculnya bencana banjir dan longsor. Berikut kami tampilkan data kondisi lahan kritis di Kabupaten Morowali: 
Total lahan kritis di Morowali di Tahun 2009 saja sudah mencapai 165.727 Ha. Lahan kritis merupakan lahan yang tidak lagi produktif, bersifat tandus, gundul, mengalami kerusakan, sebagai akibat dari pengolahan lahan yang kurang memperhatikan aspek-aspek kelestarian lingkungan. Lahan kritis ini dapat terjadi di dataran tinggi, pegunungan, daerah yang miring, atau bahkan di dataran rendah.

Sumber data lain menyebutkan data penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan di luar sektor kehutanan dapat dilihat sebagai berikut: 
Luas lahan pertambangan yang sudah masuk dalam fase eksploitasi adalah 18.871 Ha. Sedangkan luas lahan sawit yang diperoleh dari total jumlah luas lahan perkebunan sawit dan lahan yang peruntukannya untuk pembangunan jalan perkebunan sawit memiliki total luas lahan sebesar 21.486 Ha. Baik lahan pertambangan maupun lahan perkebunan sawit tersebut, secara umum di peroleh dari pembukaan kawasan hutan (sebagian kawasan perkebunan sawit menggunakan lahan gambut). Dan hal ini berpotensi menimbulkan kehilangan yang cukup banyak dari ekosistem hutan yang sangat penting untuk menjaga keseimbangan penyimpanan cadangan air di kawasan Morowali. Fungsi hutan begitu sangat penting ketika musim penghujan datang, karena hutan dapat menjadi buffer alami bagi penyimpanan volume air hujan yang sangat baik di saat musim penghujan tiba. 

Fungsi kawasan hutan terbilang penting sebagai buffer terhadap curah hujan yang cukup tinggi, sehingga air hujan yang turun dalam jumlah yang banyak dapat di serap lebih cepat ke dalam tanah, sehingga mencegah timbulnya banjir.

Penyebab lainnya?

Meningkatnya jumlah lahan kritis dan perluasan penggunaan kawasan hutan, bukanlah satu-satunya penyebab banjir bandang yang terjadi di Morowali. Berdasarkan data pencitraan satelit, menunjukkan adanya peningkatan curah hujan dalam beberapa hari ini sehingga menimbulkan bencana banjir.

Berikut ini kami tampilkan pola pencitraan satelit untuk daerah Morowali: 
Peta pencitraan diatas diambil pada hari Kamis, 25 Juli 2013, pukul 14.30 WITA. Tampak sangat jelas, awan tebal menyelimuti seluruh kawasan Morowali. Awan tebal tersebut mencirikan daerah yang sedang mengalami curah hujan yang sangat tinggi. Sehingga potensi timbulnya banjir bandang, sangat mungkin terjadi.
Peta pencitraan diatas menunjukkan bahwa wilayah Morowali memiliki jalur aliran sungai yang cukup banyak. Jalur aliran sungai ini bermanfaat untuk menerima dan mengumpulkan air hujan dan mengalirkannya ke wilayah laut. Dalam kapasitas hujan yang cukup tinggi, luapan air hujan dapat saja terjadi akibat daya tampung aliran-aliran sungai tersebut melebihi kapasitasnya. Hutan dalam hal ini sangat berperan penting untuk membantu menyerap air hujan yang turun cukup banyak pada musim penghujan, dengan menyimpannya di dalam tanah, sehingga curah hujan yang tinggi, tidak menggenangi aliran-aliran sungai dengan volume yang berlebih. Sehingga potensi banjir bandang bisa saja dicegah.
Pencitraan satelit diatas diambil pada pita gelombang inframerah dan menggambarkan suhu relatif hangat atau menggambarkan dinginnya obyek-obyek yang teramati oleh satelit cuaca. Awan-awan rendah umumnya memiliki suhu yang hangat dan berada relatif dekat terhadap permukaan bumi yang digambarkan oleh awan-awan berwarna biru tua sampai dengan hijau muda. Sementara itu, awan-awan bersuhu lebih dingin yang umumnya memiliki puncak awan lebih tinggi ditunjukkan dengan awan-awan berwarna oranye sampai dengan pink terang. Citra inframerah ini sangat berguna untuk mendeteksi awan-awan di waktu siang maupun malam hari. 

Pencitraan satelit diatas diambil pada pita panjang gelombang yang sensitif terhadap kandungan uap air di atmosfer. Warna putih terang menggambarkan adanya kandungan uap air (menunjukkan udara lembap). Sedangkan wilayah dengan warna biru menunjukkan kelembapan udara yang tinggi sehingga berbentuk seperti kristal-kristal es di dalam awan. Sedangkan warna cokelat menunjukkan kelembapan udara rendah sebagai pertanda kandungan uap air yang rendah/ sedikit. Citra water vapor ini sangat penting untuk menentukan wilayah-wilayah udara yang memiliki kandungan uap air yang tinggi serta mendeteksi sirkulasi udara di atmosfer bumi. 

Berdasarkan data-data pencitraan satelit yang telah ditampilkan diatas, beserta sejumlah data yang terkait dengan kondisi kawasan hutan yang dimiliki oleh Morowali, sedikit banyak dapat membantu kita memahami faktor-faktor potensial yang dapat menyebabkan bencana banjir bandang yang sedang terjadi di Morowali.

Pelajaran penting yang harus dicermati oleh seluruh pemegang kebijakan di Morowali agar senantiasa menerapkan pembangunan daerah yang berwawasan lingkungan. Sehingga bukan hanya mendorong kemajuan ekonomi dan pendapatan daerah semata, melainkan pula mendorong daya dukung lingkungan agar semakin baik. Karena Bumi tempat kita tinggal adalah rumah bagi seluruh ekosistem yang hidup di bumi ini.

Mengutip ucapan Dr. Simon Lewis "Losing parts of the rainforest would have an impact on climate change, biodiversity and the communities that depend on the environment"

Save our environment, to keep our generation. 

Tidak ada komentar