Header Ads

test

Mari Sukseskan Agenda Daerah untuk Mencabut Kontrak Karya PT. INCO di Morowali, dan Mengembalikan Lahan Seluas 36.635,36 Ha kepada Rakyat Morowali

Editor: Andri Muhamad Sondeng

Jumat 15 Juli 2011: Tahukah anda berapa luas lahan yang dikuasai oleh PT. INCO di tanah MOROWALI? Lahan tersebut sebesar 2,4% (persen) dari total luas wilayah Kabupaten MOROWALI. Dan ternyata Luas lahan yang dikuasai oleh PT. INCO tersebut lebih besar dari total luas lahan pertanian milik masyarakat Morowali di tahun 2009, berikut dapat dilihat pada grafik dibawah ini: 
Luas wilayah PT. INCO masih lebih besar jika dibandingkan dengan kepemilikan lahan pertanian oleh Masyarakat Morowali yang hanya seluas 17.694 Ha (hektar) dengan total produksi hasil pertanian sebesar 63.238 ton pada tahun 2009, yang terdiri atas komoditas padi, jagung, kedelai, kacang tanah, ubi kayu dan ubi jalar. 

Adapun perbandingan izin yang diterbitkan untuk kegiatan Penyelidikan Umum, Eksplorasi dan Kegiatan Eksploitasi di Kabupaten Morowali tahun 2008, sebagai berikut:
Dari grafik diatas, tercatat hingga tahun 2008 luas wilayah konsesi eksploitasi di Morowali adalah seluas 36.878 Ha (hektar). Perlu diketahui bahwa perizinan di bidang pertambangan Mineral dan Batubara terdiri atas perizinan untuk Penyelidikan Umum (UU tahun 1967: Kuasa Pertambangan Penyelidikan Umum; UU tahun 2009: masuk kedalam IUP Eksplorasi), perizinan Eksplorasi (UU tahun 1967: Kuasa Pertambangan Eksplorasi; UU tahun 2009: masuk kedalam IUP Eksplorasi), Perizinan Eksploitasi (UU tahun 1967: Kuasa Pertambangan eksploitasi; UU tahun 2009: berubah menjadi IUP Operasi Produksi), Perizinan Pengolahan dan Pemurnian (UU tahun 1967: Kuasa Pertambangan Pengolahan dan Pemurnian; UU tahun 2009: masuk kedalam IUP Operasi Produksi), Perizinan pengangkutan dan Penjualan (UU tahun 1967: Kuasa Pertambangan Pengangkutan dan Penjualan; UU tahun 2009: masuk kedalam IUP Operasi Produksi). Dari ketiga model perizinan yang dikeluarkan, yaitu penyelidikan umum, eksplorasi dan eksploitasi, hanya izin pada tahapan eksploitasi saja yang secara signifikan memberi kontribusi pendapatan bagi Pemerintah Daerah, dan pendanaan bagi Pemberdayaan Masyarakat yang cukup besar. Jadi dengan demikian manfaat bagi Pemerintah Daerah dan Masyarakat Morowali (khususnya masyarakat Bahodopi dan Petasia) sebagian besar bergantung pada konsesi lahan yang dikuasai oleh PT. INCO. 

Adapun uraian konsesi lahan dengan izin eksploitasi (UU tahun 1967: Kuasa Pertambangan eksploitasi; UU tahun 2009: berubah menjadi IUP Operasi Produksi) di Kabupaten Morowali sebagai berikut:
Dari grafik diatas, pada tahun 2008 prosentase kepemilikan lahan untuk kegiatan eksploitasi sebesar 99% oleh PT. INCO sedangkan sisanya oleh Perusahaan lain. Sebagai catatan: pada tahapan eksploitasi ini, perusahaan wajib melakukan pengolahan lahan konsesi miliknya, dan Pemerintah Daerah memperoleh pendapatan yang besar dari bagi hasil deviden (keuntungan) yang diperoleh pihak perusahaan. Selain itu, pihak perusahaan dapat menyediakan pendanaan yang besar bagi pemberdayaan masyarakat setempat (masyarakat lingkar tambang).

Mengingatkan sekali lagi bahwa luas konsesi wilayah yang dikuasai oleh PT. INCO adalah berdasarkan kontrak eksploitasi. Kontrak eksploitasi tersebut diberikan oleh Pemerintah Pusat sejak tahun 1968, dengan alas Kontrak Karya hingga tahun 2025. Perlu diketahui oleh Masyarakat Morowali bahwa sebenarnya PT. INCO mengklaim berlakunya ketentuan Kontrak Karya untuk izin eksploitasi baru dimulai sejak 1 April 1978, dimana pihak INCO menyebut pada tahun 1978 itu baru dimulai kegiatan produksi komersil. Sehingga dengan demikian, berdasarkan ketentuan Kontrak Karya untuk masa berlakunya izin eksploitasi baru berakhir di tahun 2008, yaitu tepat 30 tahun masa berlaku izin eksploitasi PT. INCO (Kuasa Pertambangan). Selanjutnya, menurut data yang diterbitkan oleh Kementerian ESDM, maupun dalam profil laporan tahunan PT. INCO menyebutkan bahwa pada tanggal 15 Januari Tahun 1996 telah dilakukan modifikasi dan perpanjangan Kontrak Karya selama 30 tahun berikutnya sampai tahun 2025. Sehingga total periode waktu Kontrak Karya PT. INCO di MOROWALI adalah 57 tahun.
 
Fakta yang menarik adalah terdapat periode waktu selama 18 tahun sejak tahun 1968 hingga tahun 1978 dimana pihak INCO tidak melakukan aktivitas pertambangan di tanah Morowali (berdasarkan laporan resmi PT. INCO ke Pemerintah Pusat). Perlu diperjelas lagi bahwa dalam ketentuan izin eksploitasi (Kuasa Pertambangan Eksploitasi berdasarkan amanah UU Pertambangan tahun 1967) menyebutkan bahwa kegiatan eksploitasi adalah kegiatan/usaha pertambangan untuk menghasilkan bahan galian dan memanfaatkannya. Perlu digaris bawahi izin eksploitasi harus merupakan kegiatan menghasilkan bahan galian dan memanfaatkannya. Sehingga pertanyaan yang dapat diajukan adalah mengapa aktivitas pengolahan dibiarkan tidak berjalan hingga tahun 1978? Jawabannya adalah hanya pihak INCO dan Pemerintah Pusat-lah yang mengerti alasannya, dan seharusnya pembiaran lahan oleh PT. INCO selama kurun waktu 18 tahun itu dapat menjadi bahan evaluasi bagi Pemerintah Pusat untuk setidaknya menghentikan izin Kontrak Karya PT. INCO atau mencabut izin INCO sejak tahun 1978. Ini adalah kelalaian yang sangat memalukan bagi negara yang punya wibawa hukum dan kedaulatan. Dan dari sinilah bermula semua permasalahan PT. INCO hingga tahun 2011 ini di tanah MOROWALI. Dimana hingga 43 tahun (1968-2011) di wilayah konsesi Kontrak Karya PT. INCO di Tanah Morowali tidak satupun realisasi penambangan dilakukan. Apakah Pemerintah Pusat akan terus tidur dan mati rasa dengan fakta-fakta ini? Mudah-mudahan Pemerintah Pusat masih terbangun dan mempunyai hati nurani, meskipun sebesar bakteri. 

Perlu dicatat pula bahwa wilayah konsesi PT. INCO dalam Kontrak Karya tidak hanya berada di tanah Morowali saja (Sulawesi Tengah), melainkan tersebar di 2 daerah Propinsi yang berbatasan dengan Morowali yaitu daerah Kabupaten Luwu Timur (Sulawesi Selatan) dan daerah Kabupaten Bombana, Konawe Utara, Konawe Selatan dan Kolaka (Sulawesi Tenggara), berikut dapat dilihat pada tabel dibawah ini: 


Berdasarkan tabel diatas (tabel 1), dapat dideskripsikan kegiatan pengolahan tambang di Wilayah Kabupaten Morowali hingga tahun 2011 ini adalah sebesar 0% (nol persen). Nasib serupa juga di alami oleh wilayah Kabupaten-Kabupaten di Sulawesi Tenggara dengan kegiatan pengolahan sebesar 0% (nol persen) pula. Tetapi wilayah Sulawesi Tenggara sedikit lebih beruntung jika dibandingkan wilayah Kabupaten Morowali (Sulawesi Tengah), sebab wilayah mereka di kembalikan oleh pihak PT. INCO sebesar 28.000 Ha (hektar) atau sebesar 44,09% (persen) dari total keseluruhan lahan Kontrak Karya PT. INCO di Sulawesi Tenggara. Jika kita menghitung-hitung periode waktu terbitnya Kontrak Karya atas wilayah-wilayah yang dikuasai oleh PT. INCO sejak tahun 1968, maka hingga tahun 2011 ini total keseluruhan lahan yang diterlantarkan oleh PT. INCO adalah seluas 208.141,36 Ha (hektar) atau dengan kata lain, lahan yang tidak produktif seluas 95,42% (persen). Angka tersebut diperoleh dengan tetap menghitung luas lahan sebesar 28.000 Ha (hektar) yang dikembalikan PT. INCO ke Pemerintah Daerah Sulawesi Tenggara.

Namun, apabila lahan seluas 28.000 Ha (hektar) tersebut dikeluarkan dalam perhitungan, maka akan diperoleh luas lahan yang ditelantarkan oleh PT. INCO di 3 Propinsi tersebut adalah sebesar 180.141,36 Ha (hektar) atau lahan yang tidak produktif seluas 82,58% (persen).
 
Melihat fakta-fakta diatas, sungguh mengejutkan bahwa mengapa lahan seluas 218.141,36 Ha (hektar) atau seluas 14% dari total wilayah Kabupaten Morowali tersebut diperpanjang kontraknya hingga tahun 2025. Sangat aneh dan ganjil buat masyarakat di 3 Propinsi ini (Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Selatan). Padahal produktifitas (pemanfaatan) lahan seluas itu hanya 4,58% (persen).

Jika Produktifitas (pemanfaatan) hanya sebesar 4,58% (persen) atau seluas 10.000 Ha (hektar) selama 43 tahun, maka pertanyaan yang menarik buat kita semua adalah berapa tahunkah lagi PT. INCO dapat menyelesaikan seluruh wilayah Kontrak Karya-nya di Kabupaten MOROWALI dan daerah lainnya? Berikut kami uraikan pada tabel dibawah ini: 

Berdasarkan tabel diatas (tabel 2), dapat ditampilkan prediksi periode waktu yang akan dihabiskan oleh PT. INCO untuk menuntaskan pengolahan wilayah tambang diseluruh wilayah Kontrak Karya yang dimilikinya (setelah dikurangi luas wilayah yang telah diolah dan dikembalikan) yaitu selama 774,6 tahun (tujuh ratus tujuh puluh empat tahun dan enam bulan).  Untuk wilayah MOROWALI sendiri PT. INCO baru dapat menghabiskan pengolahan wilayah tambang selama kurun waktu 157,5 tahun lagi (seratus lima puluh tujuh tahun dan lima bulan). Dengan demikian, apakah pihak INCO akan mampu memenuhi targetnya untuk menghabiskan pengolahan seluruh lahan konsesi miliknya? Bagaimana dengan lahan di MOROWALI? Daerah manakah yang akan memperoleh prioritas pertama untuk mendapat pengolahan oleh pihak INCO? Jawabannya tentu saja ada di tangan PT. INCO sendiri. 

Nah, kembali ke persoalan MOROWALI, apakah pihak INCO akan dengan senang hati menyerahkan begitu saja lahan yang telah dikuasai oleh mereka sejak tahun 1968 di tanah MOROWALI? Jawabannya adalah sangat mustahil, hal ini tentu saja memiliki alasan yang sangat kuat (reliabel), sebagai berikut: 

1.    Berhasilnya pengembalian wilayah konsesi Kontrak Karya PT. INCO ke Pemerintah Daerah Sulawesi Tenggara sebesar  44,09% (persen) tidak terlepas dari perjuangan yang tanpa lelah dari masyarakat di 4 (empat) Kabupaten yaitu masyarakat Kabupaten Bombana, Konawe Utara, Konawe Selatan, dan Kolaka. Selain itu, keberanian Gubernur Sulawesi Tenggara, H. Nur Alam yang selalu mendukung perjuangan masyarakat Sulawesi Tenggara berkenaan dengan wilayah konsesi INCO yang ditelantarkan di wilayahnya. Oleh karena itu, sangat jelas pihak INCO tidak akan semudah itu melepas wilayah konsesi Kontrak Karya di tanah Morowali. 

2.      Keuntungan bersih PT. INCO tahun 2011 ini pada kuartal pertama mencapai US$ 111,9 juta atau Rp. 957 Miliar (Kurs Rupiah-Dollar Amerika Tanggal 6 Mei 2011: Rp. 8.552 per 1 Dollar Amerika). Oleh karena besarnya keuntungan dari perdagangan komoditas nikel, maka pihak INCO tidak akan mungkin melepaskan lahan konsesi yang mereka miliki di tanah MOROWALI. 

3.      Sampai tahun 2011 ini pihak INCO telah menyadari pentingnya wilayah pencadangan mereka untuk beberapa transaksi yaitu meliputi: 
a.    Transaksi saham di Bursa Efek Indonesai (BEI). Berikut grafik transaksi PT. INCO di BEI:

Dari grafik di atas, sejak tahun 2009 hingga tahun 2011 harga saham PT. INCO cenderung mengalami kenaikan. 

a.      Kepentingan transaksi bisnis dengan pihak ketiga. 
Hal ini dapat dijelaskan sebagai strategi bisnis PT. INCO untuk meningkatkan posisi tawar perusahaan jika ada pihak ketiga yang berminat untuk membeli sebagian saham PT. INCO. Salah satu instrumen penilaian jual beli saham adalah wilayah pencadangan yang dimiliki oleh PT. INCO. Wilayah pencadangan tersebut akan masuk kedalam equity of capital (sebagai modal kepemilikan), yang akan mempengaruhi penilaian mitra pihak ketiga. Selain itu, untuk kepentingan permodalan, INCO akan dengan mudah memperoleh pendanaan dari Perbankan, mengingat cadangan nikel yang dimiliki INCO sangat besar. Sebagaimana kita ketahui bahwa dengan luas wilayah kontrak karya PT. INCO di Morowali akan habis di tambang hingga 157,5 tahun (seratus lima puluh tujuh tahun dan lima bulan). Tentu saja PT. INCO tidak akan semudah itu melepaskan wilayah konsesi Kontrak Karya mereka di tanah MOROWALI. 
 
Dengan demikian, adalah sangat konyol jika Masyarakat Morowali dan Pemerintah Daerah menyerahkan negosiasi sepenuhnya pada itikad baik (niat baik, belas kasihan) dari pihak INCO. Maka pertanyaannya adalah apakah yang harus dilakukan oleh Masyarakat dan Pemerintah Daerah Morowali? Jawabannya adalah hanya upaya paksa dengan bersatunya masyarakat Morowali bersama Pemerintah Daerah Morowali untuk segera mengakhiri Kontrak Karya PT. INCO di Kabupaten Morowali. Segera mengakhiri penguasaan lahan yang ditelantarkan selama kurun waktu 43 tahun adalah harga mati bagi masyarakat Morowali. Pemerintah Daerah tidak perlu khawatir akan kehilangan Investor potensial seperti INCO. Dimasa-masa yang akan datang justru Pemerintah Daerah dapat dengan mudah mengundang investor yang berkomitmen untuk mengolah lahan seluas 36.635,36 Ha (hektar) dengan asas kontrak yang lebih menjanjikan kesejahteraan rakyat Morowali. Alasannya sangat jelas bahwa wilayah seluas 36.635,36 Ha (hektar) adalah: 

1.    Wilayah potensial dengan pencadangan material nikel yang sangat besar di Kabupaten Morowali

2.    Wilayah cadangan Nikel yang ada di lokasi itu memiliki proyeksi penambangan yang cukup panjang yaitu dengan periode waktu 157,5 tahun (seratus lima puluh tujuh tahun dan lima bulan).

Jika masyarakat Morowali dan Pemerintah Daerah tidak konsisten memperjuangkan lahan seluas 36.635,36 Ha (hektar) tersebut, maka beberapa kerugian yang sangat besar bagi masyarakat Morowali dan Pemerintah Daerah sebagai berikut: 

1.      Masyarakat Morowali tidak bisa memanfaatkan lahan yang sangat luas itu untuk penghidupan dan kegiatan ekonomi masyarakat seperti berkebun, dan bertani dan hal itu berlangsung selama 57 tahun (hingga tahun 2025). Hal ini sangat tidak adil bagi masyarakat di Kecamatan Bahodopi dan Kecamatan Petasia yang tidak dapat memanfaatkan lahan seluas 2 kali total luas lahan produksi pertanian masyarakat di Morowali tersebut.

2.      Masyarakat Morowali tidak bisa memperoleh hak atas tanah yang telah dikuasai oleh pihak INCO dan hal itu berlangsung selama 57 tahun (hingga tahun 2025). 

3.      Pemerintah Daerah kehilangan banyak waktu untuk mendorong peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), karena tidak satupun aktivitas eksploitasi dilakukan di wilayah yang sangat luas itu dan harus menunggu hingga tahun 2025. 

4.      Banyak pembangunan vital dan strategis daerah tidak dapat direalisasikan karena penundaan hingga 43 tahun (tahun 2011 ini) dan hingga 57 tahun (tahun 2025). 

5.    Pembangunan vital dan strategis itu antaralain sebagai berikut: 

a.      Pembangunan jalan : penting untuk memobilisasi kegiatan ekonomi Morowali baik Masyarakat kecil maupun pelaku usaha. 

b.     Pembangunan listrik : penting untuk mendukung “support system” bagi peningkatan kemampuan ekonomi daerah. Masyarakat dapat memanfaatkan listrik untuk kepentingan kehidupan sosial. Maupun dapat berdaya dengan meningkatkan nilai tambah ekonomi bagi produk-produk pertanian dan perkebunanan. Adanya listrik dapat mendukung tumbuhnya sektor-sektor jasa di Morowali. 

c.      Pembangunan sarana komunikasi: penting dan vital bagi daerah yang ingin berkembang menjadi daerah yang kompetitif. Sarana komunikasi vital untuk mengkoneksikan daerah Morowali dengan wilayah lain. 

d.      Pembangunan bandara:penting bagi daerah untuk menyediakan transportasi yang cepat dan efisien bagi masyarakat morowali pada khususnya dan masyarakat luar pada umunya yang ingin mengakses daerah Morowali. Selain itu, bandara penting untuk mengkoneksikan daerah morowali dengan masyarakat internasional. 

6.     Ketidakpastian tentang lahan yang dikuasai oleh pihak INCO akan memicu kerusuhan sosial, gangguan keamanan dan gangguan stabilitas politik di MOROWALI. Terbukti dengan banyaknya aksi demonstrasi di Morowali untuk mencabut Kontrak Karya INCO yang sering berakhir anarkisme. Dan kedepannya, tidak ada jaminan bahwa kondisi ini tidak akan lebih mengkhawatirkan dari kondisi sebelumnya. 

Maka dengan melihat urgensi “pentingnya” penyelesaian masalah INCO ini maka tidak ada jalan lain bagi Masyarakat Morowali untuk menuntut INCO melepaskan seluruh lahan Kontrak Karya seluas 36.635,36 Ha (hektar) di tanah Morowali. 

“MELEPAS LAHAN SELUAS 36.635,36 Ha (hektar) ADALAH HARGA MATI ”

Adapun berdasarkan klausul Kontrak Karya yang disepakati bersama oleh Pemerintah Daerah, Pihak INCO dan Pemerintah Pusat (dalam hal ini Direktorat Jenderal Mineral Baturbara dan Panas Bumi) telah menyetujui adanya 3 (tiga) kesepakatan atas keluarnya izin Kontrak Karya di Kabupaten Morowali yaitu:

1.    Pembangunan Pabrik di Morowali pada tahun 2010 (tidak terealisasi)

2.    Pembangunan jalan lintas Propinsi (Sulteng-Sulsel) (tidak terealisasi)

3.    Pemberian dana Pemberdayaan Masyarakat (tidak terealisasi)

Faktanya ketiga hal tersebut tidak direalisasikan di Morowali, terutama pembangunan Pabrik yang bertujuan untuk mendukung kegiatan pengolahan dan pemurnian bahan galian tambang nikel, yang dapat meningkatkan nilai tambah secara ekonomi dan memperbesar deviden (keuntungan) perusahaan (PT. INCO) untuk Blok yang berada di lahan Morowali dan pada akhirnya akan memperbesar proporsi (prosentase) bagi hasil (pendapatan) untuk Kabupaten Morowali.  

Membangun Pabrik??? pertanyaan yang menarik. Apakah PT. INCO akan membangun Pabrik di Morowali? Jawabannya adalah tidak, alasannya sebagai berikut:
 
1.      PT. INCO telah mempunyai Pabrik di SOROWAKO

2.     PT. INCO memiliki rekanan pemegang saham yang juga memiliki Pabrik pemurnian nikel di jepang. Rekanan pemegang saham INCO adalah salah satu perusahaan (persero) yang berada di Jepang yang melakukan kegiatan Pemurnian tahap kedua sampai terbentuk bahan baku nikel untuk industri.  

3.     Laju penambangan PT. INCO hanya 232,56 Ha per tahun, dengan demikian hanya untuk menghabiskan lahan konsesi di daerah Luwu Timur, pihak INCO membutuhkan waktu selama 464,4 tahun (empat ratus enam puluh empat tahun dan empat bulan). Jika demikian, bagaimanakah pengolahan lahan konsesi yang ada didaerah Morowali? Tidak akan mungkin direalisasikan, sebab jangka Kontrak Karya PT. INCO akan berkahir di tahun 2025. 

TINJAUAN PUSTAKA
1.     Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Profil Kabupaten Morowali, Tahun 2011.
2.     Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Morowali, Kabupaten Morowali Dalam Angka , Tahun 2010.
3.     Bursa Efek Indonesia, 2011.
4.    Dinas Koperasi UMKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Morowali, Banyaknya Perusahaan menurut Klasifikasi Industri, Tahun 2009.
5.    (Rapat Tertutup) Rapat Panitia Kerja (Panja) Komisi VII DPR RI tanggal 13 Juli 2011.
6.    Peraturan Pemerintah tahun 1969 tentang pelaksanaan UU Pertambangan tahun 1967
7.    Undang-undang Pertambangan tahun 2009
8.    Undang-undang Penanaman Modal Asing tahun 2007 (revisi)
9.    Undang-undang Perseroan Terbatas tahun 2007 (revisi)
10. Undang-undang Pertambangan tahun 1967
11. Undang-undang Penanaman Modal Asing tahun 1967